Mohon tunggu...
Travel Story

Bingung di Pulau Letung

22 November 2016   14:19 Diperbarui: 22 November 2016   14:40 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Makin jauh, makin masuk hutan, makin gelap. Serius gelap, padahal masih jam 9 pagi. Kalo dikira-kira, di situ ga ada manusia lain dalam radius 100 meter. Benar-benar hutan dan yang ada cuma suara-suara jangkrik, burung, sama....monyet kayanya itu. Saya bener-bener tidak berani berhenti meskipun pengen banget moto-moto pemandangan di situ. Saya jalaaan terus. Mulai berasa serem sendiri sih dengan suasana di situ. Tapi ya gimana...penasaran banget pengen ke Jemaja Timur...ke Ulu Maras itu. Jalaaan terus meski terakhir kali liat rumah, udah hampir setengah jam yang lalu.

Di tengah hutan itu, saya zikir doang. Serius makin takut dan feeling udah ga karuan. Tiba-tiba, di tengah jalan ada seekor ular berwarna hitam. Saya ga ngerti itu ular apa dan ngapain di tengah jalan gitu. Semakin dekat jarak kami, dia bangun seolah mau menyerang mangsa. Semakin dekat saya perhatikan, itu ular kobra, sepertinya. Ya Allah. Saya panik dan bingung dengan kondisi motor masih jalan dan saya nekat ngegas untuk melewati dia. Itu jalan sempit banget dan saya takut melindas dia sebenarnya.

Saya nekat ngegas sejadi-jadinya, lewatin dia sembari nahan jerit, dan ketika saya lewati, bunyi ketukan yang cukup keras. Perkiraan saya, ular itu mematuk bagian tertentu motoe saya. Saya masih mengegas. Setelah agak jauh, saya berhenti, periksa kaki, periksa motor, ban, cek-cek semua. Di velg depan motor saya ada lendir. Gatau itu apaan. Saya duduk di jalan, ngos-ngosan, deg-degan, syok, gemeteran, keringetan, mau pingsan. Mau nangis juga. Kalau tahu begini mah saya mendingan pulang aja ke Jakarta.

Saya sadar, itu di tengah hutan. Bisa kejadianlah semua kemungkinan. Nggak boleh saya syok kelamaan. Bener-bener pasrah sama Allah itu. Ketika masih menenangkan diri, bunyi grasak-grusuk di sebelah kanan.

Saya menahan napas, pasang mata, telinga, benar-benar waspada. Ada monyet. Dua ekor. Bengong ngeliatin saya. Itu monyet atau bekantan, saya ga yakin. Yang jelas, badannya lebih bongsor dari monyet yang suka tampil di Topeng Monyet. Jarak kami kira-kira cuma 3 meter. Mereka di semak-semak, saya di pinggir jalan. Pelan-pelan, saya berdiri tapi mata ga lepas melihat ke arah mereka. Bismillah, kabur ah.
Saya kabur, sembari nangis. Beneran nangis. Bodo. Namanya orang ketakutan. Begitu sampai di jalan yang agak lebar, saya putar balik. Saya pulang, berharap ga ketemu lagi sama ular dan dua monyet bengong yang tadi itu.

Sepanjang jalan, rasanya masih ga percaya. Seneng tapi takut. Alhamdulillah saya dikasih kesempatan sama Allah untuk menjelajahi bumi-Nya, meskipun cuma sedikit. Allah tahu saya penakut, jadi disuruh pulang lagi.

Sampai di wisma, saya langsung istirahat. Berkemul...selimutan. Meluk bantal. Mau nangis tapi cuma bisa bengong. Inget ibu.

Ferry saya datang besok pagi. Kembali ke Tanjungpinang, kembali pada tanah merah dan ilalang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun