Mohon tunggu...
Solehatun Marfuah
Solehatun Marfuah Mohon Tunggu... Novelis - I do not know in most of the times.

I only put something here because of the obligations.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Review-B: "Perempuan di Titik Nol" oleh Nawal El Saadawi

19 November 2018   11:30 Diperbarui: 19 November 2018   16:20 1177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sentuhan pada permukaan mobil itu telah membantu saya menemukan identitas saya kembali, harga diri saya sebagai seorang dokter,. Apa pun keadaannya, seorang dokter tentu lebih dihargai daripada seorang wanita yang telah dihukum mati karena membunuh. Sikap wajar saya terhadap diri-sendiri (suatu sikap yang jarang lepas dari saya) berangsur-angsur kembali." Tulis El Saadawi di halaman 8 bukunya itu.

Aku tidak bisa mengelak untuk kemudian mendapati dorongan yang begitu besar terhadap ketertarikan gaib yang muncul begitu saja pada buku El Saadawi ini. Bukan untuk memuji bagaimana El Saadawi begitu cerdas menuliskan perasaan "wajar terhadap diri-sendiri" untuk lebih berlama-lama. Begitu banyak kecerdasan dalam buku ini sehingga harus saya tulis lebih banyak dalam review, namun tulisan itu merupakan yang paling saya sukai dari sekian kecerdasan dalam bukunya itu.

Dan kemudian adalah satu bab panjang yang menceritakan pokok permasalahan dari novel itu sendiri. Namanya Firdaus, nama wanita berani yang dipenjara itu. Ia dituliskan dan digambarkan oleh El Saadawi adalah wanita yang begitu kuat mengarungi tinggi-rendah kehidupan dalam label menjadi "perempuan" di sebuah negara bernama Mesir. 

Bagaimana ia dikisahkan sebagai anak perempuan kecil dan bekerja bersama keluarganya, untuk membersihkan kandang ternak dari kotoran, membuat adonan untuk nantinya dimakan, kemudian ia dibesarkan oleh beberapa laki-laki di dalam hidupnya untuk terus tumbuh dan berkembang menjadi jalang. 

Bagaimana ia menjabarkan bahwa ia telah berulang kali merasakan penghianatan atas tubuhnya dari para laki-laki yang pernah menjamahnya tanpa harga dan nilai yang ditawarkan untuknya. Betapa kesulitan-kesulitan dalam hidupnya selalu bermuara dari laki-laki yang ia kenal. Pamanya, Ayahnya, suaminya, laki-laki yang ia kenal dan kemudian memperlakukannya seperti untuk mengajarkannya bahwa perempuan adalah korban penipuan para laki-laki.

Dan, untuk berikutnya, akan kupersingkat sampai di mana ketika laki-laki yang Firdaus berhubungan dengannya adalah seorang germo yang mulai memberikan banyak ancaman dari pelbagai pihak. Ia merasa terancam oleh kehadiran laki-laki germo ini. Di satu titik untuk mempertahankan dirinya dan eksistensi yang ia pegang atas dasar kehormatan dirinya, sekali ia seoang jalan, Firdaus melakukan tindakan kriminal dengan membunuh laki-laki germo tersebut. Menikamnya dan tidak pernah ditahan kalau saja  dia selalu menutup mulutnya. Tapi ia sampai di titik ketika ia muak dengan tekanan yang ia bawa tiap berhubungan dengan laki-laki baru, dan telah berhasil menyatakan bagaiaman ia menjadi seorang pembunuh kepada Pangeran yang memesannya seharga 3000 pon. Ia bersuara atas tindakannya, dan dengan itu ia ditahan.

Dan, Firdaus sendiri mengatakan dalam buku tersebut bahwa begitu ia bangga menjadi jalang yang sukses alih-alih menjadi seorang penjahat di bumi dan masih dibiarkan hidup. Untuk itu, dia menjelaskannya kepada El Saadawi dan kemudian ditulislah oleh nuerolist tersebut yang lalu diterjemahkan oleh Amir Sutaarga. Tuhan, untuk sekrang aku berterima kasih karena mereka semua telah bersama-sama bekerja agar buku ini ada di tanganku, dibaca olehku dan kemudian menjadikanku lebih banyak berpikir tentang nasib-nasib dan perempuan-perempuan yang dulu dan sekarang masih menjadi Firdaus-Firdaus yang lain.

"Mereka mengenakan borgol baja pada pergelangan tangan saya, dan membawa saya ke penjara. Dalam penjara mereka memasukkan saya ke dalam sebuah kamar yang pintu dan jendelanya selalu ditutup. Saya tahu apa sebabnya mereka itu begitu takutnya kepada saya. Sayalah satu-satunya perempuan yang telah membuka kedok mereka dan memperlihatkan muka kenyataan buruk mereka. 

Mereka menghukum saya sampai mati bukan karena saya telah membunuh seorang lelaki---beribu-ribu---orang yang dibunnuh tiap hari---tetapi karea mereka takut untuk membiarkan saya hidup. Mereka tahu bahwa selama saya masih hidup mereka tidak akan aman, bahwa saya akan membunuh mereka. Hidup saya berarti kematian mereka. Kematian saya berarti hidup mereka. Mereka ingin hidup. 

Dan hidup bagi mereka berarti semakin banyak kejahatan, semakin banyak perampokan, perampasan yang tak terbatas. Saya telah menang atas keduanya, kehidupan dan kematian, karena saya sudah tidak lagi mempunyai hasrat untuk hidup, juga tidak lagi merasa takut mati. 

Saya tidak mengharapkan apa-apa. Saya tak takut apa-apa. Karena selama hidup itu adalah keinginan, harapan, ketakutan kita yang memperbudak kita. Kebebasan yang saya nikmati mebuat mereka marah. Mereka ingin yang saya inginkan, takutkan atau harapkan. Kemudian mereka akan tahu bahwa mereka dapat memperbudak saya lagi."---Firdaus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun