Mohon tunggu...
Inggirwan Prasetiyo
Inggirwan Prasetiyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah

Suka dengan topik sejarah, sepak bola, teknologi, dan musik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Radio, Riwayatmu Dulu

19 Januari 2023   14:43 Diperbarui: 19 Januari 2023   17:17 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Radio Malabar Tahun 1928 (Sumber: KITLV)

Pasca Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, para pejuang merebut kantor radio Jepang (Hosokyoku) dan menyiarkan kabar proklamasi tersebut kepada masyarakat luas. Mereka kemudian mengubah Hosokyoku menjadi stasiun radio negara dengan nama Radio Republik Indonesia (RRI) pada 11 September 1945. Tanggal pendirian dari stasiun radio yang memilik semboyan "sekali di udara, tetap di udara" ini kemudian ditetapkan sebagai hari radio nasional dan diperingati setiap tahun.

Era kejayaan radio di Indonesia khususnya dalam siaran jurnalistik terjadi pada tahun 1980-an hingga 1990-an. Hal ini ditandai dengan banyaknya stasiun radio yang semakin menjamur. "Dari awalnya sebanyak 794 buah, secara singkat melonjak menjadi 1200 buah. Selain itu, media televisi yang masih tergolong langka dan mahal membuat masyarakat memilih untuk tetap mendengarkan radio." Tulis Masduki dalam buku berjudul Jurnalistik Radio: Menata Profesionalitas Reporter dan Penyiar (2011).

Radio Dalam Arus Modernisasi

Ilustrasi Radio Kuno (Sumber: Pixabay)
Ilustrasi Radio Kuno (Sumber: Pixabay)

Sejak adanya perangkat elektronik lain yang lebih canggih, radio semakin lama mulai ditinggalkan oleh pendengarnya. Meskipun kini radio mulai merambah pada platform digital, seperti website & aplikasi sebagai upaya untuk terus relevan dengan zaman. Namun hanya kalangan tertentu saja yang masih setia mendengarkan radio. Mengutip dari Venessa Agusta Gogali dan Muhammad Tsabit dalam artikel bertajuk "Eksistensi Radio Dalam Program Podcast di Era Digital Konten", yang terhimpun dalam jurnal Global Komunika (2020) menyebutkan, stasiun radio perlu untuk memperhatikan segmentasi pasar dan pengemasan acara untuk disiarkan agar dapat menarik pendengar.

Bagi saya, selaku remaja generasi 2000-an, ada beberapa hal yang autentik dalam menikmati radio. Karena hal tersebut hanya dapat ditemukan di siaran radio. Di antaranya seperti segmen pembacaan salam-salam dan top chart musik mingguan di akhir pekan. Meskipun demikian, pada kenyataannya generasi seumuran saya lebih banyak memilih langsung menghubungi orang untuk saling berbalas pesan dan membuka platform digital untuk melihat tangga lagu populer mingguan.

Masa kejayaan radio memang semakin lama habis digerogoti oleh zaman. Radio juga mulai kewalahan untuk bertahan di tengah gempuran arus modernisasi peradaban yang tidak terelakan. Maka dari itu, kita selaku generasi muda perlu untuk melestarikan radio agar tidak hilang begitu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun