Mohon tunggu...
Inggih Pambudi
Inggih Pambudi Mohon Tunggu... -

Ibu satu anak, satu istri dari satu suami

Selanjutnya

Tutup

Money

Apa Jadinya Bila Kuota Impor Ditiadakan?

23 September 2013   16:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:30 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Tiga hari sudah pemerintah memangkas  bea masuk kedelai dari 5% menjadi 0% melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) pada Jumat (20/09/2013) kemarin. Namun sampai saat ini keluhan mahalnya harga kedelai masih menjadi perbincangan di masyarakat, baik itu di kalangan produsen kedelai sampai ibu - ibu rumah tangga. Hampir saja tahu tempe menjadi makanan langka sejak produsen sempat mengamcam mogok produksi pada pekan lalu.

Harga kedelai impor di pasaran sudah berkisar Rp 10.000/kg dan sampai detik ini belum menunjukkan penurunan pasca penghapusan bea masuk impor kedelai. Angka ini merupakan sejarah harga kedelai tertinggi di Indonesia.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan kebijakan ini diambil karena dua faktor, eksternal dan internal. Faktor eksternal yaitu gejolak harga kedelai di pasar internasional yang disebabkan  anomali cuaca di negara-negara produsen kedelai seperti AS sehingga memicu kenaikan harga. Kemudian karena faktor internal yaitu  pelemahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS.

Lucu rasanya, sejak dulu nenek moyang kita sudah membuat olahan dari kedelai menjadi tempe, tahu, oncom dan sebagainya. Kedelai mereka tanam sendiri tidak pernah ribut - ribut kekurangan kedelai untuk membuat tahu atau tempe. Sekarang, seiring berkembangnya zaman semakin banyak orang - orang yang pintar tetapi memecahkan persoalan "kacangan" seperti kedelai saja tidak pernah usai.

Banyak pengamat ekonomi yang menawarkan berbagai solusi terkait ketergantungan Indonesia terhadap kedelai dan produk impor lainnya. Pendapat mereka lontarkan melalui media massa yang diolah wartawan menjadi berita, tak ketinggalan politikus - politikus juga tak habis - habisnya mengkritik ketidakmampuan memerintah dalam memecahkan persoalan impor baik kedelai, migas, buah, sayur, beras, bahkan garam. Ada yang memberi komentar "tong kosong nyaring bunyinya, ada juga yang bersolusi. Dan diharapkan mampu memcahkan kebuntuan pemerintah yang tidak dapat menyelesaikan persoalan ini karena berbagai alasan.

Saya juga kerap menyimak komentar - komentar di jejaring sosial media seperti di twitter. Banyak sekali protes pedas yang dilayangkan pada pemerintah terkait gejolak ekonomi Indonesia. Di akun twitter milik relawan Calon Wakil Presiden Hanura Hary Tanoe, @relawanHT juga banyak tweets yang mengomentari persoalan yang dipicu oleh pelemahan rupiah terhadap dollar ini. Disitu juga kadang tertulis pandangan Hary Tanoe terkait persoalan ekonomi di Indonesia, seperti pandangannya terhadap 4 paket kebijakan ekonomi pemerintha yang dinilai berdampak jangka panjang, dan ia menyarankan agar pemerintah menaikkan suku bunga bank. Kemudian juga pandangannya terkait impor yang menyatakan bahwa dirinya anti kuota karena kuota dinilai memberi celah pada koruptor.

Pandangan Hary Tanoe yang  anti kuota ini menarik perhatian saya. Dasar pebisnis pasti dapat selalu melihat peluang di berbagai kesempatan. Berdasarkan Tweets @relawanHT ini bila pemerintah menghapus kuota impor dan menaikkan pajak impor, maka importir akan berpikir ulang karena dikenakan pajak yang begitu tinggi. Hal ini juga menguntungkan negara karena pemasukan akan bertambah dari pajak impor.

Ada benarnya juga, bila kita lihat dari kasus korupsi kuota impor daging sapi yang menjerat sejumlah petinggi PKS, ini terjadi karena adanya kuota, kontraktor pun bermain dengan sejumlah pejabat untuk mendapatkan tender  pengadaan daging sapi. Bila kuota dihapuskan dan pajak juga ditinggikan maka tidak akan ada persiangan untuk merebut tender. Pajak yang begitu tinggi akan membuat importir sungkan menjamah pasar domestik, ujung - ujungnya petani dan produsen lokal akan terlindungi.

Bila petani dan produsen lokal terlindungi, maka mereka mendapat kesempatan dan lebih terpicu untuk mengembangkan hasil produksi mereka karena adanya tuntututan kebutuhan dari dalam negeri hal ini juga akan memaksa pemerintah untuk membuat kebijakan - kebijakan yang memihak pada petani dan produsen lokal. Alhasil, ketergantungan kita terhadap produk impor pun dapat diminimalkan.

Begitu juga dengan kedelai, mungkin langkah pemerintah menghapus bea masuk kedelai merupakan langkah yang cukup baik tetapi hal ini tidak akan ampuh untuk mengatasi persoaln kedelai jangka panjang. Harapan pemerintah agar harga kedelai dapat turun juga belum terlihat di pasaran.

Dengan penghapusan bea masuk impor kedelai ini, maka petani lokal akan semakin tertekan karena produk mereka akan diserbu habis - habisan oleh kedelai impor yang kualitas dan harganya jauh lebih baik.

Semoga saja pemerintah tidak berlama - lama menghapus bea masuk impor kedelai ini, kasian petani kita. Solusi Hary Tanoe untuk menghapus kuota impor dan menaikkan pajak boleh juga tuh dipertimbangkan sama pemerintah yang lagi galau. Sama seperti menaikkan suku bunga bank untuk menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang tempo hari dilontarkan Hary Tanoe. Tak ada salahnya mendengarkan saran rakyat :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun