Mohon tunggu...
Ahmad Setiawan
Ahmad Setiawan Mohon Tunggu... Editor - merawat keluarga merawat bangsa

kepala keluarga dan pekerja media

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak Kami Kelinci Percobaan Menteri Jokowi

17 Juni 2019   19:38 Diperbarui: 17 Juni 2019   19:46 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Niat Mendikbud, untuk menyamaratakan kualitas lembaga pendidikan di Indonesia tentu adalah niat yang baik. Sayangnya, niat saja tidak cukup untuk dijadikan modal dalam menerbitkan kebijakan yang tepat dan efektif. Butuh kajian dan ujian yang mendalam agar kebijakan, apalagi menyangkut dunia pendidikan, bisa diterima dan diterapkan tanpa menimbulkan efek samping. Sayangnya, hal tersebut tidak dilakukan oleh Kemendikbud.

Dalam imbauannya, Inspektur Jenderal Kemendikbud Republik Indonesia Muchlis R. Luddin menyatakan kepada setiap daerah untuk menerapkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi dengan segera. "Dilaksanakan saja dulu Permendikbud No.51/2018-nya. Nantikan akan ada pengalaman. Kalau ternyata ada kesulitan ini dan itu, bisa jadi masukan dan bahan evaluasi kami," katanya kepada Tirto.id (28/5/2019).

Jelas sudah, sistem zonasi dibuat tidak melalui proses pergulatan pemikiran dan diskusi panjang sebagaimana layaknya kebijakan diterbitkan. Tidak hanya itu, kebijakan sistem zonasi juga prematur dikeluarkan oleh menteri yang sesaat lagi tidak akan menjabat. Ini berisiko terhadap kesinambungan kebijakan yang mungkin saja akan dievaluasi oleh Mendikbud penerus Muhadjir Effendy.

Padahal, Kemendikbud seharusnya belajar dari penerapan kurikukum tiga belas (K 13) atau Kurtilas yang sedianya untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pada tahun ajaran 2013/2014, tepatnya sekitar pertengahan tahun 2013, Mendikbud saat itu, M Nuh mengeluarkan kebijakan K 13. 

Dengan anggaran yang tidak sedikit, M Nuh berharap K 13 bisa bertahan selama 15 tahun. Namun, alih-alih awet dan penerapannya disempurnakan. Pada Desember 2014, Mendikbud Anies Baswedan menghentikan penerapan Kurtilas dan kembali menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Jadi, jangan salahkan bila kami menganggap penerapan sistem zonasi sebagai eksperimen yang dipaksakan kepada anak kami. Sialnya, salah satu kelinci percobaanmya, salah satunya adalah anak kami. Caca beserta cita-cita dan impiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun