Mohon tunggu...
Ahmad Setiawan
Ahmad Setiawan Mohon Tunggu... Editor - merawat keluarga merawat bangsa

kepala keluarga dan pekerja media

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

(FFA) Smartphone

19 Oktober 2013   21:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:18 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Hmmm. Iya.”

“Ketemuannya berduaan?”

“Enggak. Ketemuannya sekeluarga. Ya, iyalah, Ris, ketemuannya cuma berdua.”

“Kamu tidak takut, Nay?”

“Takut kenapa? Dia itu baik lagi, Ris. Orangnya lucu. Kalau aku lagi bete dia itu sering ngirim gambar atau pantun yang bikin aku ketawa. Lagi pula aku penasaran. Habis kayaknya anaknya keren, sih, Ris. Tetapi, udah, ah. Ayo, ngobrolnya di kantin aja. Aku yang traktir, deh. Aku lapar banget, nih, karena tadi pagi tidak sarapan,” ujar Nayla sambil berdiri.

“Terima kasih, Nay. Aku makan di sini saja.” Eriska sebetulnya ingin ikut Nayla, tetapi ia harus menghabiskan bekal yang dibawanya di ruang kelas. Nayla pun pergi tanpa Eriska.

Sepeninggal Nayla, Eriska mengunyah makanan dengan malas. Selera makannya nyaris hilang. Ia membandingkan nasibnya dengan Nayla. Betapa senangnya menjadi Nayla. Punya smartphone, bisa facebook-an atau twitter-an sesuka hati, dapat uang jajan setiap hari. Bahkan, Nayla pernah bercerita bila malam Minggu tiba, ia sering bepergian mengendarai motor dengan teman-teman di rumahnya hingga larut malam. Eriska berharap, seandainya ia juga mendapatkan kebebasan dan kesenangan itu. Namun, ia juga sadar bila harapan itu sulit menjadi nyata. Nayla bisa sebebas itu karena kedua orang tuanya telah bercerai setengah tahun yang lalu.

“Tetapi, bukankah dengan kedua orang tua yang lengkap, seharusnya kesenangan yang ia dapatkan bisa lebih banyak?” Di dalam hati Eriska terus bertanya.

Sepulang sekolah, Eriska mengurung diri di dalam kamar. Ia keluar hanya seperlunya. Eriska ingin kedua orang tuanya tahu bila ia memprotes sikap mereka. Libur pada hari Sabtu dan Minggu itu menjadi tidak seperti biasa. Saat kedua orang tuanya mengajaknya ke rumah paman, Eriska menolak dengan alasan malas. Eriska lebih memilih tinggal bersama Bibi Neni di rumah. Menjelang tidur, Eriska dinasehati Mama dan Papa agar tidak memaksakan kehendak. Eriska hanya terdiam. Ia betul-betul kecewa karena Mama dan Papa ternyata tak mengubah keputusan mereka.

Kekesalan Eriska tak juga mencair. Dalam perjalanan ke sekolah, ia tak banyak bicara. Eriska memilih untuk berpura-pura membaca buku pelajaran. Saat Mama bertanya ia hanya menjawab sekedarnya. Di sekolah pun demikian. Eriska memilih menyendiri ketika teman-temannya sedang asyik berbincang atau bercanda. Hingga Eriska sadar bila sejak tadi tak dilihatnya Nayla. Ingin ia bertanya kepada teman-temannya tentang Nayla, namun Pak Anton keburu datang. Guru Bahasa Indonesia itu ternyata menghampiri Eriska dan memintanya ke ruang kepala sekolah.

Di dalam ruang kepala sekolah, Eriska disambut Bu Alicia. Kepala sekolah itu lalu memperkenalkan beberapa orang yang baru pertama kali dilihat Eriska. Salah satunya berseragam polisi. Ada juga seorang ibu yang wajahnya terlihat sembab seperti habis menangis. Bu Alicia memperkenalkan perempuan itu sebagai mama Nayla. Eriska semakin diselimuti tanda tanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun