Belalang dan Amaedola Nono Niha
Pendidikan zaman sekarang mendorong setiap pelajar atau bahkan mahasiswa untuk belajar dan menimba ilmu dari alam. Ternyata dorongan yang seperti itu nampaknya bukan hanya muncul untuk saat ini. jauh sebelum dunia pendidikan yang maju saat ini, orang tua atau para leluhur sudah memulainya.
Leluhur orang Nias juga tidak kalah dalam belajar. Salah satu hasil dari pengetahuan alam yang dipelajari oleh para leluhur orang Nias adalah dengan mengamati belalang. Dari belalang, leluhur Orang Nias kemudian menjadikannya Amaedola (Perumpamaan/Kiasan) yang hingga saat ini masih digunakan. Berikut ulasannya.
Amaedola:
Tamo Lea - Tamo Boho, Tamo sangondru bawa lokho
Na lo faudu ira lo fataho, faoma la holehole mano
Ba na no faudu ira no fataho, faoma fahokohoko mano
Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia:
Belalang Lea, Belalang Bh, belalang pembawa musim kemarau
Kalau mereka belum pas berpapasan, mereka terus menggeleng kepala
Kalau mereka sudah berpapasan, mereka saling angguk-mengannguk
Pemaknaan:
Dalam mengambil satu keputusan, harus senantiasa diperhatikan bagaimana sikap semua orang yang sedang berunding. Jika orang masih saja mempertimbangkan banyak hal atau masih membuat pertimbangan lain, itu berarti masih belum menemukan satu kesepakatan. Namun jika orang mulai menggangguk dan kembali mengulang hal yang sama, itu berarti sudah ada kesepakatan.
Nilai-Nilai yang dikandung:
- Persatuan
- Kesepakatan
- Ketepatan
Catatan Pengamatan:
- Di pulau Nias, ada beberapa jenis belalang. Diantaranya belalang yang diberi nama Lea dan Bh. Â Kedua belalang ini merupakan belalang yang memberi pertanda akan musim kemarau. Biasanya jika belalang ini banyak ditemukan di lingkungan atau sekitar ladang masyarakat, maka musim kemarau akan tiba.
- Kebiasaan kedua belalang ini jika bertemu, pasti menunjukkan semacam tingkah atau bisa dikatakan berupa kekhasan mereka. Jika pertemuan mereka masih menyamping, mereka terus menggeleng-gelengkan kepala. Tetapi jika mereka berhadapan, mereka selalu mengangguk-anggukkan kepala.
- Pada dasarnya sifat orang Nias mudah tersinggung dan tidak mudah mengatakan kata sepakat. Jadi sifat ini akan ditunjukkan dalam setiap kali pertemuan dengan cara; Jika ia tidak sepakat, maka ia akan terus membuat pembicaraan itu lari atau bahkan ngelantur dari pokok pembicaraan. Jika ia sepakat ia akan langsung mengarahkan kepada hal yang lebih lanjut.
Belajar dari Alam memberikan satu pelajaran yang sangat menarik. Amaedola yang dihasilkan dari pelajaran yang diajarkan oleh alam ini sungguh memberikan nilai yang luar biasa.Â
Semoga bermanfaat, Ya'ahowu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H