Mohon tunggu...
Ingatan Sihura
Ingatan Sihura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kebersamaan keluarga suatu kebahagiaan sejati.

If You Don't Learn, You Will Die (Jika Engkau Tidak Belajar, Maka Engkau Akan Mati). Sering Membaca, Sering Menulis Bicara Teratur. Menulis adalah satu minat yang ingin diaplikasikan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Famahea, Salah Satu Ritual Budaya Nono Niha Menyambut Tamu Besar

21 Agustus 2021   23:11 Diperbarui: 21 Agustus 2021   23:11 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mgr. Fransiskus T. S. Sinaga yang sedang ditandu [Sumber Foto: ronidachi_photograpy]

FAMAHEA : SALAH SATU RITUAL BUDAYA NONO NIHA MENYAMBUT TAMU BESAR

Dalam rangka pelaksanaan Misa Stasional di Dekanat Nias, Mgr. Fransiskus T. S. Sinaga, hari ini Sabtu, 21 Agustus 2021 secara resmi disambut dengan meriah oleh Umat Katolik Dekanat Nias. Penyambutan ini dilakukan dengan ritual Budaya Nono Niha atau Budaya Nias. Penyambutan yang dilaksanakan hari ini disamakan dengan penyambutan tamu terhormat dalam Budaya Nono Niha.

Salah satu bentuk penyambutan tamu terhormat dalam Budaya Nono Niha adalah Famahea / Lafahea (ditandu). Tamu yang terhormat tersebut akan duduk di atas kursi yang telah dipersiapkan, dan kemudian diaraka menuju lokasi tempat kegiatan. Dalam perarakan ini, turut diramaikan oleh para Ono Matua Fotuwuso (laki-laki perkasa) yang melakukan Tari Perang dan Hiwo (sorak-sorai budaya), kemudian disusul oleh Ono Alawe Sanari (Putri Penari). Ketika memasuki lingkungan tempat pesta, arak-arakan disambut dengan Sile Nono Matua Fotuwuso (Silat Lelaki Perkasa).

Terlepas dari pesta hari ini, salah satu nilai budaya yang ditunjukkan dalam penyambutan ini adalah Ritual Famahea (ditandu). Ritual ini tentunya bukan hanya ditujukan untuk penghormatan saja. Namun dalam Budaya Nono Niha, ritual ini memiliki nilai luhur yang ingin ditampilkan.

Pertama istilah yang digunakan: Famahea (ditandu). Seperti penggunaan kata pada umumnya, setiap suku kata dalam Bahasa Nias juga memiliki perbedaan jika penggunaan kata depan atau awalannya berganti. Famahea berangkat dari suku kata fahea (tandu). Jadi, kata famahea merupakan kata sifat yang menunjukkan sesuatu pekerjaan.

Kata famahea juga bisa diungkapkan dengan kata lafahea yang juga memilik makna yang sama adalah ditandu. Namun kata lafahea di sini justru menunjukkan banyaknya orang yang menandu dari pada tamu tersebut. Kata lafahea merupakan kata kerja dari fahea atau famahea yang pekerjaan tersebut dilakukan oleh banyak orang.

Dari uraian kata di atas dapat disimpulkan bahwa Ritual Famahea ini merupakan ritual yang dilakukan oleh sekelompok orang si hasara todo (kompak) menyambut tamu. Kekompakkan atau fahasara dodo ini ditampakkan ketika sekelompok orang yang mengangkat tandu itu seimbang, seirama, dan membuat tamu terhormat tersebut yakin dan tenang serta aman duduk.

Bagian kedua yang ingin ditampilkan adalah arak-arakan. Seperti diuraikan sebelumnya, tamu terhormat yang ditandu tersebut akan diarak. Arak-arakan ini bisa melewati rute yang telah ditentukan sebelumnya dan diikuti dengan beberapa kegiatan lain berupa Tari Perang dan Hiwo (sorak-sorai budaya).

Jika dilihat dari posisi perumahan adat Nono Niha pada zaman dahulu, seorang tamu akan ditandu dan diarak mulai dari bawa goli (gerbang kampung) sampai ke balo mbanua (ujung kampung), dan barulah diberhentikan fona nomo zatua (depan rumah besar) dimana pesta diselenggarakan. Semua ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa seorang tamu besar telah datang dan harus diketahui oleh semua orang di kampung tersebut.

No tohare dome sebua andro moroi ba dano sarou, mi'aine da ta'omusoi dododa (Seorang tamu besar telah datang dari negeri yang jauh, mari kita bergembira).

Bagian ketiga yang perlu ditunjukkan adalah dadaoma (tahta) yang digunakan. Sebelum melaksanakan prosesi perarakan, sowato (simpangkalan) telah menyediakan kursi yang diikat dengan baik dan benar serta mampu menompang orang yang akan duduk diatasnya. Kursi inilah yang kemudian disebut sebagai dadaoma (tahta).

Dadaoma (tahta) Tamu Besar [Sumber Foto: ronidachi_photograpy]
Dadaoma (tahta) Tamu Besar [Sumber Foto: ronidachi_photograpy]

Dalam hal ini, dadaoma ini bukanlah seperti kursi biasa pada umumnya. Dadaoma ini merupakan kursi yang didesain khusus dan hanya digunakan oleh tamu tersebut. Dadaoma ini menunjukkan sebuah kekuasaan dari tamu tersebut. Dalam Budaya Nono Niha, orang yang duduk di atas dadaoma ini, disebut sebagai Balugu (tertua adat) yang memiliki kuasa untuk berkata-kata. Dari sini sebenarnya juga diisyaratkan bahwa seorang tamu besar yang ditandu juga diangkat menjadi seorang Balugu atau tertua ada.

Bagian keempat yang ini ditunjukkan adalah keistimewaan tamu tersebut. Bagian yang ini bisa menjadi alasan utama mengapa seseorang tersebut haruslah ditandu. Orang yang ditandu ini memiliki keistimewaan yang tidak ditemukan dari orang lain. Keistimewaan ini dapat dilihat bahwa orang yang tersebut merupakan seorang keturunan bangsawan. Selain itu juga, orang tersebut memiliki kemurnian dan kesucian diri dari perbuatan tercela.

Bagian kelima yang ingin ditunjukkan adalah penghormatan tertinggi. Seorang tamu besar yang ditandu akan diberi penghormatan terbesar dalam adat dan budaya Nono Niha. Penghormatan terbesar ini ditunjukkan dalam ritual famahea. Seorang tamu besar akan dijunjung tinggi dan semua mata dapat dengan jelas melihat dan tertuju kepadanya. Dari sini juga, seorang tamu besar dapat melihat dengan jelas semua orang yang menyambutnya dan dengan leluasa memberikan howuhowu (berkat).

Mgr. Fransiskus T. S. Sinaga Memberi Berkat Sebelum Ditandu [Sumber Foto: ronidachi_photograpy]
Mgr. Fransiskus T. S. Sinaga Memberi Berkat Sebelum Ditandu [Sumber Foto: ronidachi_photograpy]

Pada akhirnya, ritual famahea dalam Budaya Nono Niha, bukanlah hanya sebatas seremoni saja. Ritual famahea merupakan ritual adat yang dilakukan untuk menyambut dan memberikan penghormatan tertinggi kepada seorang tamu besar. Selain itu, proses ritual ini menunjukkan rasa persatuan atau fahasara dodo masyarakat adat dalam menyambut seorang tamu besar.

Ya'ahowu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun