ORANG JERMAN BERHATI ONO NIHA
Berbicara tentang Budaya Ono Niha atau Pulau Nias, tidak pernah ada habisnya. Budaya Ono Niha sudah sejak awal, Budaya Ono Niha hanyalah diteruskan secara turun temurun dengan tradisi lisan. Selain itu, dunia yang semakin maju, praktek akan Budaya Ono Niha semakin terkikis seiring dengan masuknya budaya luar. Budaya luar ini masuk ke Pulau Nias lewat adanya destinasi wisata yang semakin dikembangkan.
Seiring perkembangan zaman, budaya yang semakin mengikis, diikuti juga oleh berbagai bentuk, alat dan bahan yang digunakan dalam ritual budaya semakin ditinggalkan dan hanyalah menjadi hiasan semata. Proses penuturan kepada keturunan lebih lanjut mulai terhenti, terlebih minat dari keturunan Ono Niha dewasa ini kurang meminati budaya Ono Niha yang katanya sangat kaku.
Akibat dari ini semua, banyak kebudayaan Ono Niha yang hampir tidak diketahui bahkan hilang sama sekali. Selain itu juga, para peminat barang antik berupa peninggalan Budaya  zaman dahulu terus memburu keberadaan barang-barang budaya Ono Niha. Akhirnya proses jual beli dari barang peninggalan Budaya Ono Niha semakin marak.
Di dorong oleh keprihatinan tersebut, Ordo Kapusin Sibolga dalam rapat kapitel mendorong untuk mencoba melestarikan Budaya Ono Niha. Pastor Johanes M. Hammerle, OFMCap, seorang pastor berdarah Jerman yang sejak tahun 1972, mulai mengoleksi benda-benda budaya, seni, seni dan sejarah Ono Niha. Akhirnya pada tahun 1990, Ordo Kapusin menugaskan P. Johanes Hammerle (sapaan akrabnya) untuk mengurus pendirian museum tersebut. Pada tanggal 16 September 1993, Kakanwil Depdikbud Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan Ijin Pendirian Museum Pusaka Nias.
Dalam perjuangannya mengurus Museum Pusaka Nias, Pastor Johannes Hammerle sungguh memberi hati. Mulai dari mengumpulkan informasi keberadaan budaya Ono Niha hingga pemugaran. Beliau juga dengan yakin dan mau mendengar satu persatu sumber informasi dan kemudian dengan tenang menyusunnya kembali.
Tidak hanya sampai di situ saja, Pastor Johannes Hammerle juga mencoba mencari sumber dana baik dari dalam Negeri maupun dari Luar Negeri. Semua dana ini digunakan dengan penuh keyakinan dan tepat guna. Semua dicurahkan beliau untuk memugar beberapa rumah adat Ono Niha di beberapa daerah dan situs-situs peninggalan bersejarah Ono Niha.
Beliau juga bekerjasama dengan beberapa peneliti, baik dari dalam Negeri maupun Luar Negeri. Ia dengan sifat Jerman-nya yang sungguh rendah hati, meminta semua itu dan mencoba mengajak mereka melihat segala sesuatu kebudayaan Ono Nias dengan teliti.
Pada akhirnya, penulis melihat bahwa Pastor Johannes Hammerle sungguh orang Jerman yang berhati Ono Niha. Penulis yang adalah Ono Niha sejak dari lahir hingga saat ini menyadari bahwa tidak ada apa-apanya dibanding beliau. Beliau sungguh mendarahdagingkan budaya Ono Niha. Hal ini sungguh tampak dalam tutur kata, sifat dan perilaku terutama jika bertemu dengan para orang yang sudah berumur. Walaupun demikian, penulis mau mencoba meneladani beliau dalam mendokumentasikan budaya Nias, seiring dengan perkembangan kebudayaan yang ditemui di dalam liku-liku kehidupan Ono Niha.
Tulisan ini merupakan proses pengenalan pribadi terhadap P. Johannes Hammerle dan diinspirasi dari berbagai sumber terutama membaca tulisan-tulisan beliau.