Bertempat di Boulevard Coffee & Resto, Apartemen The Boulevard, Jalan H. Fachruddin No. 5 Tanah Abang (Samping Hotel Millenium), Jakarta Pusat, Jumat malam lalu, lebih seratus orang berkumpul. Sebagian di antaranya adalah penyair, yang menulis puisi untuk korban gempa Aceh pada 7 Desember 2017 lalu. Puisi-puisi mereka terkumpul dalam buku "6,5 SR Luka Pidie Jaya". Buku itu disusun penyair Willy Ana dengan editor penyair Mustafa Ismail. Buku yang menghimpun karya sekitar 150 penyair itu cukup tebal yakni 246 halaman.
Tak hanya dari Jakarta dan sekitarnya, ada pula penyair yang datang dari Kepulauan Riau (Rida K Liamsi) dan Banjarmasin (Zulfaisal Putera). Adapun dari Jabotabek hadir antara lain Ahmadun Yosi Herfanda, Eka Budianta, Kurnia Effendi, Fikar W Eda, J Kamal Farza, Ace Sumanta, Siwi Widjajanti, Edrida Pulungan, Edi Prambuane, Tora Kundera, dan lain-lain. “Kehadiran saya ini semacam membayar utang. Beberapa bulan lalu saya berjanji untuk hadir saat acara sastra di Aceh, tapi tiba-tiba berhalangan,” ujar Zulfaisal dalam rilis yang dikirim panitia.
Peluncuran ditandai dengan penyerahan buku puisi itu oleh penyusun buku (Willy Ana) dan editor (Mustafa Ismail) kepada sejumlah tokoh yakni Kepala Perwakilan Aceh Badri Ismail, Muhammad Nazar (mantan Wakil Gubernur Aceh), Munawar Ibrahim (Kepala Bappeda Pidie Jaya), Ifdal Kasim (Staf Ahli Deputi V Kantor Staf Presiden dan Mantan Ketua Komnas HAM), Teuku Nausa (pengusaha Aceh di Jakarta), Surya Darma (Ketua PP Taman Iskandar Muda) dan tiga penyair yakni Ahmadun Yosi Herfanda, Rida K Liamsi, dan Zulfaisal Putera.
Kordiantor acara, yang juga penyusun buku ini, Willy Ana, menjelaskan buku setebal 246 halaman ini berisi karya 152 penyair dan masyarakat umum, termasuk dari Malaysia. Selain nama-nama di atas, ada D Kemalawati, Din Saja, Fakhrunnas MA Jabbar, Handry TM, Jumari HS, Gol A Gong, Nelson Dino (Malaysia), Sihar Ramses Simatupang, Endang Supriadi, Syarifuddin Arifin, Alizar Tanjung, Sulaiman Juned, Sulaiman Tripa, Teja Alhabd, Teuku Dadek, Mezra E Pellondou, dan lain-lain.
“Respon para penyair sangat luar biasa terhadap kegiatan ini,” ujar Willy Ana. Prediksi awal buku itu paling tebal 180 halaman. Tapi, dalam perjalanan, tebal buku itu sudah mencapai 246 halaman. “Ini apresiasi dan tanda simpati yang luar biasa dari masyarakat Indonesia terhadap Aceh,” tambah penulis buku puisi “Tabot: Aku Bengkulu” itu.
Bahkan, menurut penyair asal Bengkulu ini, para penyair, seniman dan masyarakat Nusantara tak hanya menulis puisi, melainkan juga ikut serta gotong royong untuk membiayai penerbitan buku dengan cara membeli buku tersebut sesuai kemampuan mereka.
Selain peluncuran buku, acara itu diisi dengan baca puisi, testimoni gempa, lelang buku untuk korban gempa. Testimoni dan refleksi gempa disampaikan oleh Kepala Bappeda Pidie Jaya Munawar Ibrahim, Muhammad Nazar dan Ifdal Kasim.
Willy Ana mengatakan selain donasi yang terkumpul dalam acara itu, keuntungan dari penjualan buku akan disampaikan kepada korban gempa dan kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan gempa tersebut. “Kami berencana untuk datang ke sekolah-sekolah di lokasi gempat untuk menghibur anak-anak yang trauma dengan berpuisi, baik dengan mengajak mereka membaca puisi maupun menulis puisi,” tutur Willy.
Editor buku itu, Mustafa Ismail, mengatakan puisi-puisi dalam buku itu merefleksikan kata hati, pesan, keinginan dan harapan masyarakat Indonesia, terutama penyair, terhadap korban gempa Aceh dan Aceh itu sendiri. “Kepedulian itu tidak hanya dengan bantuan berbentuk benda dan uang. Puisi-puisi yang ada dalam buku ini menunjukkan kepedulian yang tak ternilai harganya,” ujar penyair asal Trienggadeng yang sehari-hari bekerja di Jakarta itu.
Teuku Nausa, pemilik Boulevard Coffee, yang memfasilitasi peluncuran itu sangat senang tempatnya dijadikan tempat acara tersebut. Bahkan ia berkomitmen sebagian keuntungan dari penjualan minuman dan makanan di cafenya pada saat acara berlangsung akan disumbangkan untuk korban gempa. “Nanti kita hitung sama-sama berapa jumlahnya,” kata pengusaha asal Aceh itu. “Kami akan membantu acara itu agar berjalan dengan lancar dan sukses.”
J Kamal Farza, Ketua Komunitas Kuah Beulangong, yang ikut menjadi pendukung acara itu mengjak masyarakat Aceh di Jakarta dan sekitarnya untuk bisa sama-sama berdoa sekaligus terus melakukukan sesuatu untuk korban bencana di Aceh tersebut. “Kita harus terus memberi perhatian untuk mereka. Karena luka mereka belum sembuh,” ujar penyair yang juga menulis puisi di buku “6,5 SR Luka Pidie Jaya” tersebut.
Selain Imaji Indonesia, Ruang Sastra, Boulevard Coffee, dan Komunitas Kuah Beulangong, acara ini didukung oleh banyak komunitas seni lainnya seperti portal sastra infosastra.com, litera.co.id, Komunitas Musikalisasi Indonesia, Sanggar Matahari, Poros Selatan, Aceh Culture Centre, dan lain-lain.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H