Presiden Prabowo Subianto ingin mengurangi penggunaan batu bara di tahun 2040. Pengamat Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, hal itu cukup realistis dalam menghadapi tantangan transisi energi dunia.
"Ini merupakan upaya yang positif. Karena Indonesia memang akan menghadapi tantangan besar dalam melakukan transisi energi, karena dua pertiga listrik masih bergantung pada batu bara," kata Fahmi, Kamis (5/12).
Untuk itu, menurut Khairul Fahmi langkah yang diambil Presiden Prabowo untuk mengurangi ketergantungan ini merupakan hal yang sangat penting dan realistis untuk masa depan.
Akan tetapi langkah yang akan dijalankan Presiden Prabowo tidak mungkin menjanjikan perubahan drastis dalam waktu singkat. Namun, visi jangka panjang yang diusungnya sangat relevan dengan tantangan global.
"Kritkit yang mengatakan hal ini sulit dicapai seharusnya dilihat sebagai tantangan besar dalam konteks global Maslaah perubahan iklim, bukan sebagai kelemahan,," jelas Fahmi.
Yang pasti, lanjut Fahmi, Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap batu bara untuk memenuhi kebutuhan listrik.
Tetapi pernyataan Presiden Prabowo soal pengurangan penggunaan batu bara pada tahun 2040 merupakan langkah yang realistis dalam menghadapi tantangan transisi energi.
Terlebih, Presiden Prabowo juga mengakui bahwa transisi ini membutuhkan waktu dan perencanaan cukup panjang dan matang agar Indonesia dapat menjaga keberlanjutan energi tanpa merugikan sektor penting lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H