Diplomasi Presiden Prabowo Subianto ke China mendapat kritik pedas dari media asing asal Inggris, The Economist.
Pada tulisan The Economist yang beredar beberapa waktu lalu, terkesan kalau Indonesia mengabaikan kedaulatannya di Laut China Selatan.
Hal itu diungkapkan oleh media asing tersebut setelah Indonesia melakukan penandatanganan joint development dalam bidang maritim.
"Indonesia selalu menegaskan bahwa Laut China "Selatan adalah wilayah yang penuh dengan sengketa," kata Pengamat dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)," kata Khairul Fahmi, Kamis (5/12).
"Atas dasar itu Indonesia juga tetap konsisten menjaga kedaulatan dan hak berdaulatnya dengan tegas berdasarkan UNCLOS 1982," sambungnya.
Khairul Fahmi juga menegaskan kalau Presiden Prabowo mengadopsi sikap pragmatis dalam menghadapi China yang merupakan negara berkekuatan besar di kawasan Asia.
Namun, hal ini bukan berarti mengorbankan prinsip, tetapi lebih kepada membangun sebuah hubungan yang konstruktif untuk menghindari ketegangan atau gesekan yang tidak perlu terjadi.
Khairul Fahmi juga menjelaskan, Indonesia tidak mengesampingkan prinsip kedaulatan, tetapi berusaha menjaga hubungan dengan China dengan baik dan bijaksana. Sebab, China memiliki peran penting terhadap perekonomian global.
"Sebagai negara yang memegang teguh kebijakan luar negeri bebas aktif, di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, Indonesia memang sedang menghadapi tantangan diplomatik yang sangat kompleks," ujar Khairul Fahmi.
"Untuk itu kunjungan luar negeri pertama Presiden Prabowo menunjukkan upaya serius dalam memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional," jelasnya.