Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Program "STOP" Dinas Kesehatan Kota Cimahi

14 Oktober 2024   08:25 Diperbarui: 14 Oktober 2024   08:32 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)

"Guna meningkatkan pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS serta memperkuat penanganan di Kota Cimahi (Jawa Barat-Pen.), Dinas Kesehatan meluncurkan program inovatif bernama "STOP." Program ini terdiri dari empat langkah utama: Suluh, Temukan, Obati, dan Pertahankan." Ini lead berita "Program "STOP" Tekan Kasus HIV/AIDS di Cimahi" (nyaringindonesia.com, 4/10/2024).

Disebutkan dalam berita: ....sejak tahun 2005 hingga Agustus 2024, tercatat sebanyak 1.382 kasus HIV di Cimahi, dengan 723 kasus di antaranya berasal dari warga setempat. Di Jawa Barat jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sampai 31 Maret 2023 sebanyak 72.025 yang terdiri atas 62.315 HIV dan 9.710 AIDS (Website HIV PIMS Indonesia).

Sedangkan kasus kumulatif HIV/AIDS secara nasional sampai 31 Maret 2023 sebanyak 672.266 yang terdiri atas 522.687 HIV dan 149.579 AIDS (Website HIV PIMS Indonesia).

Terkait dengan pernyataan 'Guna meningkatkan pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS' ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

Sejak epidemi HIV/AIDS muncul di dunia dan sejak diakui oleh Pemerintah Indonesia sudah dijalankan sosialisasi terkait dengan HIV/AIDS.

Tapi, hasilnya 'nol besar' karena materi HIV/AIDS yang disampaikan dalam bentuk komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis yang bermuara pada mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan bule, orang asing, 'seks bebas,' homoseksual, zina, seks pranikah, perselingkuhan dan pelacuran.

Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (bule, orang asing, 'seks bebas,' homoseksual, zina, seks pranikah, perselingkuhan dan pelacuran), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)

Sedangkan program 'suluh' tidak akan efektif karena materi KIE yang hanya mitos. Selain itu tidak semua orang otomatis mengikuti materi penyuluhan, dalam hal ini terkait dengan HIV/AIDS, sehingga ada saja warga yang tetap melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS. Itu artinya 'suluh' tidak akan efektif.

Matriks: Posisi Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan pada Epidemi HIV/AIDS (Dok/Pribadi/Syaiful W. Harahap-MMXXIV)
Matriks: Posisi Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan pada Epidemi HIV/AIDS (Dok/Pribadi/Syaiful W. Harahap-MMXXIV)

Perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS, antara lain:

  • Laki-laki dan perempuan dewasa pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,
  • Laki-laki dewasa pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom.

Yang perlu diingat PSK ada dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan. Tapi, sejak reformasi ada gerakan moral menutup semua lokalisasi pelacuran di Indonesia sehingga lokaliasi pelacuran pun sekarang pindah ke media sosial. Transaksi seks pun dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksekuasinya dilakukan sembarang waktu dan di sembarang tempat. PSK langsung pun akhirnya 'ganti baju' jadi PSK tidak langsung.

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, pemandu lagu, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, dan cewek PSK online. Transaksi seks terjadi melalui berbagai cara, antara lain melalui ponsel.

Sedangkan 'temukan' (dalam hal ini warga yang mengidap HIV/AIDS), sejauh ini tidak ada program yang komprehensif untuk menemukan warga yang mengidap HIV/AIDS dengan cara-cara yang tidak melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

Artinya, penemuan kasus HIV/AIDS hanya pasif yaitu menunggu pasien yang berobat ke rumah sakit dengan indikasi penyakit terkait dengan infeksi HIV/AIDS.

Sedangkan penjangkauan hanya dilakukan di komunitas populasi kunci yang sangat terbatas dan tidak terkait langsung dengan populasi umum.

Maka, kasus yang terdeteksi tidak menggambarkan kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena jumlah kasus yang dilaporkan tidak menggambarkan kasus AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)

Itu artinya yang diobati dan dipertahakan juga tidak realistis. Warga Cimahi pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Penyebaran ini terjadi secara diam-diam yang merupakan silent disaster (bencana terselubung) yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' <>

* Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun