Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penyebaran HIV/AIDS di Kota Jogja Bukan karena Perilaku Heteroseksual

28 September 2024   08:29 Diperbarui: 28 September 2024   08:33 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)

Celakanya, tidak ada satu daerahpun di Indonesia yang mempunyai program yang konkret untuk mendeteksi kasus-kasus HIV/AIDS di masyarakat. Akibatnya, warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Penyebaran secara diam-diam ini bak 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakanAIDS' di DIY.

Disebutkan oleh Endang: "Rata-rata penderita (HIV/AIDS) yang tertinggi berusia 20 sampai 29 tahun. Tetapi terpaparnya kan sebelumnya, berarti saat remaja mereka sudah terpapar." Ini kondisi yang realistis karena di rentang waktu itu libido tinggi, tapi informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang mereka peroleh, terutama dari media massa dan media online, hanya mitos (anggapan yang salah tentang HIV/AIDS). Akibatnya, mereka tidak mengetahui cara-cara yang benar untuk melindungi diri agar tidak tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual, terutama di kalangan heteroseksual.

Baca juga - AIDS di Yogyakarta: Yang Bikin Miris Bukan AIDS pada Pelajar dan Mahasiswa, tapi Pada Laki-laki Dewasa (Kompasiana, 29 Januari 2016) dan AIDS pada Usia Produktif di Yogyakarta bukan Ironis tapi Realistis (Kompasiana, 7 September 2018)

Disebutkan oleh Endang: ".... perilaku heteroseksual menduduki urutan tertinggi HIV/AIDS dengan 939 kasus, ...." Pernyataan ini tidak akurat karena kasus HIV/AIDS pada kalangan heteroseksual bukan karena perilaku heteroseksual, tapi karena perilaku seksual yang berisiko di kalangan heteroseksual, seperti yang dijelaskan di atas.

Disebutkan dalam berita: Untuk menekan penambahan kasus, kata Endang, Dinkes Kota Yogyakarta mengintensifkan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, khususnya populasi khusus yang rentan terjangkit seperti komunitas LSL, waria, maupun ibu hamil yang rentan menularkan HIV/AIDS ke anak.

Sejak pemerintah mengakui ada epidemi HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 1987, epidemi global sejak tahun 1981, sosialisasi sudah dilakukan tapi hasilnya nol besar karena materi HIV/AIDS dalam komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dibalut dan dibumbui dengan norma dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis tentang HIV/AIDS yang bermuara pada mitos.

Dalam berita dijelaskan kasus HIV/AIDS terbanyak pada kalangan heteroseksual, tapi tidak menyebutkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan, tapi sasaran sosialisasi justru bukan ke kalangan ini.

Ibu hamil adalah korban yaitu tertular dari suami, maka sejatinya Dinkes Kota Jogja menyasar laki-laki heteroseksual agar mereka tidak lagi menularkan HIV/AIDS ke istrinya.

Terkait dengan skrining HIV/AIDS baik melalui survailans tes HIV atau VCT merupakan langkah di hilir karena kalau ada yang terdeteksi HIV-positif itu artinya mereka sudah melakukan perilaku seksual atau nonseksual berisiko.

Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)

Yang diperlukan adalah langkah hulu yaitu menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru terutama pada laki-laki dewasa melalui perilaku seksual berisiko dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun