Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berita tentang Kecelakaan Angkutan Laut Tidak Mencerahkan

5 Agustus 2024   15:19 Diperbarui: 5 Agustus 2024   15:37 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Awak kapal tradisional dapat bantuan jaket keselamatan. (kompas.com/Dokumentasi Kemenhub)

Setiap kali ada berita di media massa (koran, radio dan TV) dan media online (portal berita) tentang penumpang perahu, tongkang dan kapal laut yang tewas karena tenggelam tidak ada penjelasan tentang mengapa mereka tewas dan bagaimana mereka sampai (bisa) tenggelam.

Informasi itu penting sebagai bagian dari upaya mendidik masyarakat untuk menerapkan keselamatan dalam pelayaran.

Soalnya, jurnalistik, seperti dikatakan oleh Bang Hadi, panggilan akbar Ashadi Siregar, Direktur LP3Y Yogyakarta yang juga novelis trilogy "Cintaku di Kampus Biru" ini, berita yang komprehensif bukan tentang siapa dan apa, tapi mengapa dan bagaimana. Ini dua dari lima kelengkapan berita yaitu apa (what), siapa (who), kapan (when), di mana (where), mengapa (why) dan bagaimana (how) yang lebih dikenal sebagai 5W + 1H.

Baca juga: Tak Perlu Lagi Influencer karena Presiden Jokowi Sudah Sampaikan Kondisi IKN Secara Transparan

Korban-korban yang tewas karena tenggelam pada kecelakaan angkutan laut terjadi karena faktor keselamatan pelayaran yang tidak dijalankan dengan konsisten. Yaitu penumpang tidak memakai baju pelampung (life jacket) sebagai alat untuk menyelamatkan diri yang membuat korban tetap mengapung dengan kondisi mulut dan hidung di atas permukaan air.

Awak kapal tradisional dapat bantuan jaket keselamatan. (kompas.com/Dokumentasi Kemenhub)
Awak kapal tradisional dapat bantuan jaket keselamatan. (kompas.com/Dokumentasi Kemenhub)

Selain itu bisa jadi pula terjadi ada angkutan laut yang tidak menyediakan baju pelampung sesuai dengan jumlah penumpang.

Korban-korban yang tewas karena tenggelam terjadi karena mereka tidak memakai baju pelampung. Sejatinya, begitu naik perahu, tongkang, kapal motor dan feri penumpang sudah harus memakai baju pelampung sebelum berlayar.

Baca juga: Kapal Tenggelam di Danau Toba, Fenomena "Budaya Darat" vs "Budaya Air"

Kalau saja wartawan yang meliput kecelakaan angkutan laut mengeksplorasi kelengkapan navigasi, terutama radio dan baju pelampung, di angkutan laut yang celaka tentulah ada gambaran riil yang menyebabkan banyak penumpang tewas tenggelam.

Ada kesan penumpang memakai pemahaman berupa budaya transportasi darat ketika memakai jasa transportasi air, misalnya, ketika penumpang melebihi kapasitas kendaraan angkutan darat hanya mengalami ban kempes atau pernya patah. Tapi, pada transportasi air (sungai, danau dan laut) jika kelebihan penumpang angkutan laut bisa terbalik lalu tenggelam.

Baca juga: Kecelakaan Transportasi Air Terjadi Ketika Budaya Transportasi Darat Dipakai di Transportasi Air

Di awal tahun 1980-an sebagai wartawan Tabloid "Mutiara" berlayar selama dua pekan dengan kapal navigasi perhubungan laut mengunjungi mercu suar di jalur Tanjung Priok-Bengkulu pp terkait dengan pergantian petugas dan membawa perbekalan. Di setiap kapal laut, termasuk perahu dan tongkang, harus ada alat navigasi, antara lain radio, untuk saling kontak dengan pelabuhan atau angkutan laut yang sedang berlayar.

Setiap tiga jam yaitu pukul 00.00, 03.00, 06.00, 09.00, 12.00, 15.00, 18.00 dan 21.00 ada kontak radio yang memberitahu posisi, kondisi yang dihadapi dan lain-lain.

Apakah hal ini dijalankan oleh semua sarana angkutan laut di wilayah Indonesia secara konsisten? <>

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun