Yang bisa dilakukan pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta serta pemerintah kabupaten dan kota, hanyalah sebatas imbauan secara moral bagi orang tua yang mampu untuk mengikhlaskan hak pendidikan dasar gratis anaknya di sekolah swasta diberikan kepada anak-anak dari keluarga yang tidak mampu.
Langkah Pemprov DKI Jakarta sejatinya diikuti oleh pemerintah kabupaten dan kota di Tanah Air karena merupakan amanat UUD 1945 tanpa ada pengecualian.
Jika ada anak-anak di tingkat pendidikan dasar yang tidak belajar di sekolah formal hal itu menunjukkan pemerintah kabupaten dan kota mengabaikan amanat UUD 1945. Ini merupakan perbuatan yang melawan hukum.
Berdasarkan data Susenas yang diolah Bappenas tahun 2022, anak usia sekolah 7-18 tahun (pendidikan dasar SD dan SMP atau sederajat-pen.) yang tidak bersekolah mencapai 4.087.288. Angka tersebut dinilai meningkat jika dibandingkan dengan 3.939.869 anak pada tahun 2021 (dpr.go.id, 2/11/2023).
Adalah langkah yang tidak bijaksana, bahkan bisa disebut malawan hukum, jika menyalahkan orang tua karena pendidikan dasar merupakan kewajiban negara (baca: pemerintah) untuk menyediakan sarananya secara gratis.
Itu artinya ketika ada anak-anak usia pendidikan dasar yang tidak mengenyam bangku sekolah SD dan SMP atau sederajat kesalahan ada pada pemerintah.
Maka, sudah saatnya pemerintah menghitung dana untuk pendidikan dasar di setiap daerah, dalam hal ini kabupaten dan kota, secara rinci ketika merancang anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) agar tidak ada lagi anak-anak usia pendidikan dasar, SD dan SMP atau yang sederajat, yang tidak mengenyam pendidikan di bangku sekolah formal. <>
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H