Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tidak Semua Instansi dan Institusi Harus Pindah ke IKN

15 Juli 2024   08:42 Diperbarui: 15 Juli 2024   08:43 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malaysia yang sejak rezim Orde Lama (Orla) sering jadi bulan-bulanan, tapi seiring dengan kemajuan zaman kini mereka jauh lebih arif dan bijaksana. Misalnya, penguasa (Kerajaan) Malaysia hanya memindahkah pusat pemerintahan ke Putrajaya, sekitar 31,1 km dari Ibu Kota Kuala Lumpur (KL), bukan ibu kota negaranya.

Itu artinya warga Malaysia dari luar, tamu-tamu negara dan wisatawan tetap bermalam di KL jika hendak berkunjung ke Putrajaya.

Bandingkan dengan Indonesia yang justru memindahkan Ibu Kota Negara, Jakarta, ke ujung utara Pulau Kalimantan yang hanya bisa dijangkau dengan angkutan udara dan laut dari penjuru Tanah Air di luar Kalimantan.

Nama ibu kota itu pun disebut Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ngantung. Dalam KBBI disebut nusantara adalah sebutan (nama) bagi seluruh wilayah Kepulauan Indonesia (baca: Indonesia).

Nah, apa sebenarnya (nama) Ibu Kota (Negara) Indonesia setelah dipindahkan ke IKN?

Di awal kepemimpinannya sebagai Presiden Indonesia (2014), Joko Widodo (Jokowi) selalu menyinggung 'Jawa Sentris' sehingga tersirat ada upaya untuk keluar agar pembangunan merata di seluruh Nusantara [KBBI: sebutan (nama) bagi seluruh wilayah Kepulauan Indonesia].

Pembangunan fisik berupa infrastruktur, seperti jalan tol dan bendungan, di luar Pulau Jawa memang terus digenjot.

Tapi, karena di daerah tidak ada pemicu pertumbuhan membuat roda perekonomian nasional tetap saja bercokol di Jakarta (baca: Pulau Jawa).

Baca juga: Bukan Memindahkan Ibu Kota Negara Tapi Menyebarkan Kegiatan Pemerintahan dan Ekonomi serta Industri

Pembangungan jalan tol sama sekali tidak direspon di daerah dengan membangun jalan penghubung yang melancarkan arus kendaraan dan barang. Selain itu di beberapa daerah, seperti sebagian Pulau Sumatera dan Kalimanan, justru yang diperlukan adalah angkutan air karena aliran sungai besar dan panjang membelah daratan pulau.

Indonesia sendiri sudah ada Istana Negara di Jakarta (Merdeka dan Negara), Bogor, Cipanas, Yogyakarta (Gedung Agung) dan Tampak Siring (Bali). Tanpa harus membangun istana baru empat istana di luar Jakarta bisa jadi pusat pemerintahan.

Di beberapa negara ibu kota berbeda dengan pusat pemerintah dan ekonomi, seperti Australia (Canberra sebelumnya ibu kota di Melbourne, sedangkan pusat bisnis di Sydney dan Melbourne), Amerika Serikat (ibu kota negara di Washington DC, sedangkan pusat ekonomi New York City). Malaysia (ibu kota tetap KL, sedangkan pusat pemerintahan dipindakan ke Putrajaya).

Indonesia lebih memilih memindahkan ibu kota dan pusat pemerintahan baik 'bedol desa' yang justru daripada menyebarkan 'kue pembangunan' ke seantero Tanah Air.

Itu artinya pemerintah keluar dari 'Jawa sentris' tapi memusatkan kegiatan pemerintahan ke 'Kalimantan sentris.'

Untuk menghindari 'Kalimantan sentris' ada baiknya tidak semua instansi dan institusi 'bedol desa' ke IKN.

Baca juga: Pindahkan Pusat Pemerintahan Bukan Memindahkan Ibu Kota Negara Indonesia

Lembaga kepresidenan dan instansi serta institusi yang terkait langsung saja yang pindah ke IKN, sedangkan instansi dan institusi lain disebarkan ke seluruh penjuru Nusantara untuk memicu pembangunan yang merata.

Kementerian, misalnya, bisa dipindahkan ke daerah atau pulau yang terkait. Seperti Kementerian Pertanian bisa dipindahkan ke Pulau Sumatera. Kementerian Pertambangan ke Papua, Kemenparekraf ke Pulau Bali dan seterusnya.

Selama ini, ketika Ibu Kota Indonesia ada di Jakarta warga dari ujung barat (Aceh) dan bagian tengah (Bali dan Nusatenggara) masih bisa naik angkutan darat berkunjung ke Jakarta.

Tapi, ketika Ibu Kota Indonesia pindah ke IKN warga Indonesia yang ingin mengunjungi ibu kota negaranya hanya bisa naik angkutan udara (pesawat) dan kapal laut dari luar Pulau Kalimantan yang sudah barang tentu ongkosnya menguras kantong.

IKN ditempuh dengan jalur darat dari Balikpapan (Kaltim), sedangkan untuk sampai ke Balikpapan harus naik kapal terbang. Bisa juga dengan kapal lau (Pelni) ke Balikpapan, tapi tidak dari semua kota. <>

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun