"Kasus HIV AIDS di Banda Aceh melonjak, remaja jadi sasaran pencegahan." Ini judul berita di antaranews.com, 13/6/2024.
Disebutkan: "Jumlah kasus HIV AIDS di Kota Banda Aceh terus alami peningkatan. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kota banda Aceh menggencarkan beragam usaha, seperti sosialisasi dan pemeriksaan kesehatan. Sosialisasi dilakukan dengan menyasar kaum remaja yang berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa. Sedangkan pemeriksaan kesehatan selalu dianjurkan kepada kelompok rentan penyebaran HIV AIDS."
Judul da nisi berita ini menunjukkan pemahaman terkait dengan epidemi HIV/AIDS yang tidak komprehensif.
Kasus HIV/AIDS pada remaja, dalam hal ini pelajar dan mahasiswa, ada di terminal terakhir epidemi karena mereka tidak mempunyai istri atau suami.
Dengan kondisi tersebut remaja yang mengidap HIV/AIDS tidak jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS.
Bandingkan dengan laki-laki atau perempuan dewasa yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi.
Laki-laki dewasa yang mengidap HIV/AIDS menularkan HIV/AIDS ke istri, istri simpanan, pacar, selingkuhan dan pekerja seks (sekarang dikenal sebagai cewek prostitusi online). Jika istrinya tertular HIV/AIDS, maka ada pula risiko penularan vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Tidak sedikit pula laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu sehingga kian banyak perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Begitu juga dengan perempuan dewasa yang tertular HIV/AIDS dari suaminya kemudian cerai. Karena tidak terdeteksi perempuan tersebut menikah lagi dan menularkan HIV/AIDS ke suami barunya.
Baca juga: Guru Agama Ini Kebingungan Karena Anak Keduanya Lahir dengan HIV/AIDS
Penyebaran HIV/AIDS oleh laki-laki dewasa pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi kian masif karena pada program yang mewajibkan istri hamil tes HIV, tapi suaminya tidak menjalani tes HIV sehingga jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah tanpa kondom.
Disebutkan "pemeriksaan kesehatan selalu dianjurkan kepada kelompok rentan penyebaran HIV AIDS" tapi tidak dijelaskan siapa yang dimaksud dengan 'kelompok rentan penyebaran HIV/AIDS.'
Lagi pula terkait dengan HIV/AIDS bukan pemeriksaan kesehatan, tapi tes HIV!
Selain itu tes HIV juga merupakan langkah di hilir karena orang sudah tertular, sedangkan penanggulangan sejatinya di hulu mencegah agar tidak semakin banyak warga, dalam hal ini laki-laki dewasa, yang tetular HIV/AIDS.
Tidak ada kelompok yang rentan tertular atau menularkan HIV/AIDS karena risiko tertular dan menularkan HIV/AIDS merupakan perilaku orang per orang.
Kalau saja wartawan yang menulis berita ini lebih teliti, maka sasaran tes HIV adalah orang-orang, laki-laki dan perempuan dewasa, yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual berisiko yaitu dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom.
Lagi pula tidak ada jaminan sosialiasi, dalam hal ini tentang HIV/AIDS, akan semerta diterapkan oleh orang-orang yang menerima sosialisasi.
Itu artinya sebelum mereka menerapkan isi sosialisasi ada kemungkinan mereka melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS.
Dengan kondisi di Aceh seperti sekarang tidak ada yang bisa dilakukan untuk memutus rantai penyebaran HIV/AIDS karena perilaku-perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS ada di ranah privasi yang sama sekali tidak bisa diintervensi atau dijangkau untuk menerapkan seks aman.
Baca juga: Pemko Banda Aceh Hanya Bisa Menyelamatkan Bayi Agar Tidak Lahir dengan HIV/AIDS
Selain itu selama ini penyuluhan dan sosialisasi tentang HIV/AIDS hanya dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga menggelapkan fakta medis tentang HIV/AIDS dan menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Baca juga: Kasus HIV/AIDS pada Remaja Akibat Materi KIE HIV/AIDS yang Hanya Mitos
Selama penanggulangan HIV/AIDS hanya dengan orasi moral, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terus terjadi sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' []
* Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H