Celakanya, audio visual termasuk kategori filming society (masyarakat penggemar film) yang merupakan tahap ketiga dari literasi.
Baca juga: Televisi Mengubah Media Habit Masyarakat*
Awal literasi dimulai dengan reading society (masayarakat yang gemar membaca) yang ditandai dengan tingkat pembelian buku atau kunjungan ke perpustakaan.
Selanjutnya writing society (masyarakat yang gemar menulis, dalam hal ini bisa menulis cerita, kisah, esai atau artikel).
Di masyarakat dengan literasi yang baik yaitu sudah melewati reading society dan writing society barulah masuk ke ranah filming society.
Celakanya, di Indonesia kondisi literasi masyarakat belum mencapai reading society dan writing society melompat ke filming society, yaitu lebih memilih media audio visual.
Kehadiran telepon pintar atau telepon seluler (Ponsel) yang bisa menampilkan audio visual kian merusak literasi masyarakat. Kecandungan warga Indonesia terhadap Internet nomor satu di dunia yaitu rata-rata 6 jam 5 menit setiap hari di depan layar Ponsel, tablet atau komputer dan laptop. Tapi, ironisnya literasi pelajar ada di nomor lima dari bawah.
Baca juga: Ironis Warga Indonesia Kecanduan Ponsel Paling Top di Dunia tapi Literasi Pelajar Nomor 5 dari Bawah
Semula digembar-gemborkan penikmat Ponsel dan tablet menjadikan gadget itu sebagai tempat untuk membaca buku, semisal e-book. Tapi, dengan kondisi tingkat literasi pelajar yang ada di urutan lima terbawah timbul pertanyaan: Apa yang dilakukan pengguna Ponsel dan tablet selama 6 jam 5 menit setiap hari?
Bisa jadi waktu di depan layan Ponsel dan tablet dipakai untun chatting di media sosial, seperti Facebook, X (d/h. Twitter), Instagram, Grup WhatsApp (WA) dan Tik Tok.
Itu artinya literasi di Indonesia kian terpuruk dan kelak ada di titik nadir. *