Tampaknya, masyarakat lebih tertarik dengan kasus-kasus sodomi karena dikait-kaitkan dengan gay. Padalah, tidak ada kaitan langsung antara sodomi dengan gay.
Sodomi adalah kekerasan seksual secara seks anal yang dilakukan oleh laki-laki dewasa kepada laki-laki dan perempuan. Maka, seorang pelaku sodomi tidak otomatis seorang gay atau paedofilia.
Sodomi adalah istilah hukum yang digunakan dalam untuk merujuk kepada tindakan seks "tidak alami", yang bergantung pada yuridiksinya dapat terdiri atas seks oral atau seks anal atau semua bentuk pertemuan organ non-kelamin dengan alat kelamin, baik dilakukan secara heteroseksual, homoseksual, atau antara manusia dan hewan (id.wikipedia.org).
Gay adalah laki-laki homoseksual (secara seksual tertarik dengan laki-laki atau sejenis) yang melakukan hubungan seksual secara anal tanpa paksaan karena bisa mereka lakukan dalam bentu, percintaan dan perkawinan.
Sedangkan, paedofilia adalah laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual (seks oral, vaginal atau anal) kepada anak-anak laki-laki dan perempuan yang berumur antara 7-12 tahun tanpa kekerasan dan tanpa paksaan. Biasanya disamarkan dalam bentuk orang tua asuh, anak angkat, anak asuh bahkan dalam perkawinan (anak).
Maka, kasus di Kota Pematangsiantar sejatinya merupakan kejahatan seksual digolongkan sebagai extraordinary crime yaitu kejahatan yang melawan hukum berupa pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM) dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Celakanya, di Indonesia perempuan yang jadi korban pelecehan seksual dan kekerasan seksual selalu disalahkan oleh setengah orang, bahkan oleh kalangan perempuan sendiri, dengan mengatakan pakaian korban mengundang nafsu dan seterusnya.
Bahkan, ada dua menteri perempuan yang menyalahkan keluarga seorang gadis berumur 14 tahun yang tewas karena diperkosa di Bengkulu dan membeli 14 begundal yang melakukan perkosaan.
Baca juga: Publikasi Motif Kejahatan di Media Massa Jadi Inspirasi: "Saya Memerkosa Karena Pengaruh Miras dan Pornografi, Bu Menteri" dan Sebagian Media Melakukan "The Second Rape and Murder" terhadap Y di Bengkulu
Berita kriminalitas di media massa (koran, majalah, TV dan radio) serta media online (portal berita) ternyata tidak membuat jera, bahkan muncul kasus-kasus baru yang jurtru merupakan replikasi atau pengulangan dari kejahatan yang diberitakan media.
Baca juga: Berita Kejahatan Ternyata Tidak Bikin Jera yang Terjadi Justru Sebaliknya yaitu Replikasi