Disclaimer: Pemakaian 'vaksin AIDS' untuk memudahkan pemahaman orang banyakkarena jika disebut 'vaksin HIV' banyak yang bingung karena selama ini secara global terminologinya adalah 'HIV/AIDS.' Tentu menyebut 'vaksin HIV/AIDS' tidak pas. Penulis.
Sejak HIV/AIDS dipublikasikan pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) menyebut HIV sebagai (virus) yang menyebabkan AIDS (kondisi), kalangan medis terus berupaya untuk mencari vaksin HIV.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis retrovirus yaitu virus yang bisa menggandakan diri, dalam hal ini di sel darah putih manusia. HIV mempunyai RNA, sedangkan manusia DNA sehingga HIV bisa menggandakan diri di sel darah putih manusia.
Sel-sel darah putih yang dijadikan 'pabrik' oleh HIV jadi rusak. Sel darah putih kian banyak yang rusak karena HIV yang baru diproduksi mencari sel darah putih lain untuk menggandakan diri. Begitu seterusnya sehingga jumlah sel darah putih terus berkurang.
Baca juga: Menyoal (Kapan) 'Kasus AIDS Pertama' di Indonesia
Maka, HIV tidak menyerang sistem kekebalan tubuh orang-orang yang tertular HIV, tapi HIV menjadikan sel-sel darah putih sebagai 'pabrik' untuk menggandakan diri.
Pada tahap tertentu jumlah sel darah putih yang kian berkurang menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu kondisi seseorang yang HIV-positif karena tidak menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral (ART).
Sudah banyak kemajuan terkait dengan upaya menemukan vaksin HIV. Tapi, sampai sekarang belum ada hasilnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan vaksin HIV, antara lain sub-type HIV dikenal dari A sampai O. Maka, kalau ada vaksin yang bisa mencegah seseorang titular HIV sub-type A, belum tentu bisa untuk HIV dengan sub-type lain.
Untuk itulah sejatinya manusia berpikir jernih karena secara empiris ada 'vaksin HIV' yaitu melindungi diri dengan tidak melakukan perilaku seksual dan perilaku nonseksual yang bisa jadi media penularan HIV.
Perilaku seksual yang bisa jadi pintu masuk HIV ke dalam tubuh, yaitu:
(1). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu dari perempuan atau laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS,
(2). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan cewek prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu dari PSK dan cewek tersebut mengidap HIV/AIDS,
(3). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal; dan seks oral) dengan waria. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong).
(4). Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom.
Sedangkan perilaku nonseksual yang berisiko tertular HIV, yaitu:
(5). Menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV,
(6) Memakai jarum suntik dan tabungnya secara bersama-sama dengan berganti-ganti dan bergiliran, terutama pada penyalahguna Narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) karena bisa saja salah satu mengidap HIV/AIDS sehingga darah masuk ke jarum suntik dan ke tabung yang salnjutnya disuntikkan ke badan penyalahguna yang lain.
Baca juga: AIDS: Obat dan Vaksin Akan Membuat (Perilaku) sebagian Orang Seperti Binatang
Dengan tidak melakukan perilaku seksual dan perilaku nonseksual yang berisiko jadi media penularan HIV/AIDS, maka akan terhindar dari risiko tertular HIV/AIDS. *
* Kompasianer ini penulis buku: (1) Pers Meliput AIDS, Ford Foundation-Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H