Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Hiperrealitas Terkait dengan Shin Tae-yong dan Pemain Naturalisasi

10 Mei 2024   14:27 Diperbarui: 21 September 2024   16:06 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di rangkaian KRL pada tahun 2023 lalu ada acara "Koreaan Dulu, Yuk" yang bisa ditonton di monitor yang dipasang di gerbong-gerbong KRL. Salah satu mata acaranya adalah sanjungan setinggi langit terhadap Shin Tae-yong yang belakangan dikenal sebagai sebagai pelatih sepak bola.

Celakanya, fakta mengenai Shin Tae-yong tidak utuh begitu juga dengan pemain naturalisasi yang merupakan bentuk hiperrealitas yaitu mengedepankan fantasi dan menggelapkan fakta.

Disebutkan dalam acara tersebut bawah Shin Tae-yong  secara mengejutkan berhasil membawa Tim Korea Selatan (Korsel) mengalahkan Tim Jerman di Piala Dunia FIFA Rusia 2018 dengan skor 2-0 di babak penyisihan grup.

Kalau fakta keberhasilan Korsel kalahkan Jerman yang jadi pegangan punggawa PSSI untuk merekrut Shin Tae-yong sebagai pelatih timnas Indonesia pada Desember 2019, maka itulah awal malapetaka bagi sepak bola nasional, dalam hal ini PSSI.

Baca juga: Timnas PSSI Korban Hyperreality Stasiun Televisi Nasional

Soalnya, ada fakta yang merupakan realitas sosial luput dari perhatian terkait dengan tim Korsel yang mengalahkan Jerman itu. Yaitu sebagian pemain tim tersebut justru adalah pemain sepak bola Korsel yang merumput di lapangan hijau klub-klub Benua Biru (baca: Eropa) dan di luar Korsel.

Dua gol Korsel ketika itu dilesatkan oleh Kim Young-gwon yang bermain di FC Tokyo, Jepang, dan Son Heung-min yang merumput di klub Liga Primer Inggris, Tottenham Hotspur.

Selain itu beberapa pemain sepak bola Korsel juga bermain di klub-klub elit di Inggris (Liga Primer), Jerman (Bundesliga), Italia (Seri A) dan Spanyol (La Liga).

Tentu saja fakta ini digelapkan di acara "Koreaan Dulu Yuk" itu karena kalau ini disebut tidak ada lagi kehebatan Shin Tae-yong yang dipuja-puji di acara itu.

Itu artinya beberapa pemain yang diboyong Shin Tae-yong ke Rusia adalah pemain yang merumput (baca: bermain) di liga-liga elit Eropa.

Maka, kualitas dan kualifikasi pemain Korsel yang dibawa Shin Tae-yong ke Piala Dunia Rusia 2018 adalah pemain dengan talenta Eropa.

Baca juga: Lagi-lagi Timnas Sepak Bola Indonesia Jadi Korban Hiperrealitas Kali Ini U-17

Nah, pelatih yang disebut bisa menumbangkan Jerman di babak penyisihan grup Piala Dunia Rusia 2018, Shin Tae-yong, justru membawa pemain yang sudah matang. Shin Tae-yong hanya 'memoles' untuk memperlihatkan ciri khas permainan Korsel.

Sebaliknya, ketika dia dikontrak oleh PSSI untuk melatih Timnas Indonesia otomatis dia memegang pemain dengan kualitas dan kualifikasi di bawah standar Eropa, bahkan ASEAN karena belakangan ini Timnas Indonesia tidak pernah juara di SEA Games dan Piala AFF.

Bagaimana mungkin seorang Shin Tae-yong bisa memoles Timnas Indonesia dengan bekal atau modal seperti memoles Timnas Korsel ke Piala Dunia Rusia 2018 yang sebagian pemainnya justru pemain yang sudah jadi dengan kualitas dan kualifikasi Eropa.

Karena terus terpuruk belakangan muncul pula pemain naturalisasi yaitu pemain asing yang diberikan kewarganegaraan Indonesia.

Apa iya mereka lebih memilih bermain di Indonesia dengan bayaran rupiah daripada di liga-liga elit Eropa dengan gaji pound sterling atau euro?

Atau ke klub-klub kaya dengan bayaran petrodollar di Timur Tengah, seperti Qatar, Uni Emirat Arab atau Arab Saudi yang membayar pemain dengan kontrak bertarif triliunan rupiah?

Maka, hiperrealitasnya adalah kita terpukau dengan frasa 'pemain asing' tanpa ada perbandingan kualitas dan kualifikasi mereka sebagai pemain sepak bola.

Kalau kemudian PSSI hanya berpijak pada fakta Timnas Korsel mengalahkan Timnas Jerman di babak penyisihan grup Piala Dunia Rusia 2018, maka itu artinya PSSI mengabaikan realitas sosial terkait dengan kualifikasi kepelatihan Shin Tae-yong secara utuh (dari berbagai sumber). *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun