Laki-laki yang tertular HIV/AIDS, terutama di kalangan heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) dan biseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis dan yang sejenis) tidak otomatis terdeteksi karena ketika mereka tertular HIV tidak semerta menimbulkan gejala dan keluhan terkait dengan HIV/AIDS.
Penjangkauan yang dilakukan komunitas pada umumnya adalah di kalangan gay atau LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki). Sedangkan kalangan heteroseksual dan biseksual tidak terjangkau karena tidak bisa dilihat dengan kasat mata dan mereka juga tidak punya komunitas atau sejenisnya.
Maka, mereka itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Yang punya istri secara horizontal menularkan ke istri. Jika si istri tertular, maka ada pula risiko vertikal penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Disebutkan: Pemkot Bandung juga menargetkan tidak ada lagi kasus HIV/AIDS baru di tahun 2030.
Caranya?
Dalam berita tidak penjelasan yang konkret tentang bagaimana cara yang dilakukan Pemkot Bandung untuk menghentikan insiden infeksi HIV baru.
Salah satu risiko penularan HIV/AIDS pada laki-laki dan perempuan dewasa adalah melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti di wilayah Kota Bandung, di luar Kota Bandung bahkan di luar negeri.
Nah, bagaimana cara Pemkot Bandung mengawasi warganya yang melakukan perilaku seksual berisiko di atas baik di Kota Bandung, di Tanah Air atau di luar negeri?
Tidak ada penjelasan yang jelas dalam berita.
Selain itu ada pula risiko penularan HIV/AIDS yang juga tidak kasat mata yang terjadi pada laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering ganti pasangan, seperti pekerja seks baik di Kota Bandung, di Tanah Air atau di luar negeri.