Sejatinya artikel dan berita (dengan kaidah jurnalistik) terkait dengan HIV/AIDS adalah menyampaikan fakta medis tentang HIV/AIDS bukan menyebarkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Setidaknya saya menemukan empat artikel tentang HIV/AIDS yang dibalut dengan mitos, yaitu:
- Maraknya Sex dan Penyakit HIV/AIDS Akibat Pergaulan Bebas (kompasiana.com, 18/11-2022)
- Stop Pergaulan Bebas! (kompasiana.com, 20/12-2022)
- Pergaulan Bebas Menjadi Faktor Utama Penyebab Meningkatnya Kasus Penyakit HIV AIDS (kompasiana.com, 29/12-2022)
- Cegah HIV, Stop Pergaulan Bebas (kompasiana.com, 28/5-2023)
Dalam artikel "Maraknya Sex dan Penyakit HIV/AIDS Akibat Pergaulan Bebas" ditulis oleh Andre Leonardo Sihotang (18/11-2022), misalnya, judul artikel ini mengumbar mitos yaitu mengaitkan secara langsung (penularan) HIV/AIDS dengan pergaulan bebas.
Selain itu penyebutan 'penyakit HIV/AIDS' juga tidak akurat karena HIV adalah virus, sedangkan AIDS adalah kondisi pengidap HIV yang secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular jika tidak mengikuti pengobatan dengan obat antriretroviral (ART).
Pergaulan bebas adalah terminologi moralistis yang menyerang remaja untuk menutupi, maaf, kebejatan kalangan dewasa.
Kalau pergaulan bebas adalah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, apakah hal itu hanya dilakukan oleh kalangan remaja?
Tidak! Maka, lagi-lagi pemakaian terminologi pergaulan bebas tidak akurat ketika dikaitkan dengan HIV/AIDS.
Baca juga: Serial Mitos AIDS #4 Pergaulan Bebas Bukan Penyebab Penularan HIV/AIDS
Dalam artikel disebut: Virus HIV ini beresiko kepada semua orang tanpa terkecuali. Pernyataan ini tidak akurat karena tidak semua orang berisiko tertular HIV/AIDS.
Hanya orang-orang yang pernah atau sering melakukan perilaku seksual dan nonseksual berisiko tertular HIV/AIDS saja yang berisiko tertular HIV/AIDS. Tentu saja ada pengeualian yaitu ibu rumah tangga atau istri yang suaminya melakukan perilaku seksual dan nonseksual saja yang beriko tertular HIV/AIDS.