Di Pilpres 2009 Megawati sebagai Ketua Umum PDIP maju sebagai Capres berpasangan dengan Cawapres Prabowo Subianto menghadapi pasangan Capres Bambang Yudhoyono (petahana)/Cawapres Boediono serta pasangan Jusuf Kalla/Wiranto. Lagi-lagi Megawati kalah (Lihat tabel).
Hal itu tentu saja bertolak belakang dengan Pilpres 2014 dan 2019 ketika PDIP mengusung Jokowi yang menghasilkan kemenangan bagi Jokowi dan pasanganya, yaitu di Pilpres 2014 dengan Jusuf Kalla, sedangkan di Pilpres 2019 dengan Ma'ruf Amin.
Kini, Jokowi belum secara eksplisit menunjukkan arah dukungannya. Tapi, putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang juga Wali Kota Solo, Jateng, sudah diusung Parta Golkar jadi Cawapres bagi Prabowo Subianto di Koalisi Indonesia Maju yang dikung empat partai politik (Parpol) parlemen (Gerindran, Golkar, Demokrat dan PAN) serta empat Parpol nonparlemen (PBB, PSI, Partai Gelora Indonesia dan Partai Garuda).
Celakanya, muncul polemik dengan pijakan yang tidak objektif terkait dengan politik dinasti yang lagi-lagi dikaitkan ke Jokowi. Padahal, jika taat asas sejatinya tidak ada politik dinasti di Indonesia.
Baca juga:Â Tidak Ada Politik Dinasti di IndonesiaÂ
Maka, relawan, simpatisan dan pendukung Jokowi dengan militansi yang tinggipun mulai menimbang-nimbang apakah Gibran merupakan sosok 'The Next Jokowi'?
Baca juga: Gibran Jadi Cawapres Prabowo Bukan Politik Dinasti
Yang perlu diingat sosok 'The Next Jokowi' tidak terkait dengan embel-embel trah. Tiga anak Jokowi sama sekali tidak memakai nama yang menunjukkan trah mereka. Berbeda dengan sebagian tokoh yang tidak melepaskan diri dari identitas trah.
Relawan, simpatisan dan pendukung Jokowi menimbang-nimbang pasangan Capres/Cawapres yang sudah mendaftar ke KPU sembari menunggu arah dukungan Jokowi secara eksplisit. Bisa juga secara implisit karena Jokowi tidak ingin difitnah dengan jargon penzaliman 'cawe-cawe.'
Pendukung Jokowi akan membandingkan capaian Jokowi pada masa jabatan 2014-2019 dan 2019-2024 dengan pasangan Capres/Cawapres yang akan bertarung di Pilpres 2024.