Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kalangan Usia Produktif Butuh Informasi yang Akurat tentang Pencegahan HIV/AIDS

8 Oktober 2023   13:20 Diperbarui: 9 Oktober 2023   19:15 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi HIV/AIDS. (Sumber: SHUTTERSTOCK/NITO via kompas.com)

"Kenali HIV AIDS Sejak Usia Produktif" Ini judul artikel di Kompasiana, 6/10-2023.

Pemakaian terminologi 'usia produktif' sebaiknya dihindari, lebih baik pakai batasan umur agar denotatif. Soalnya, dalam beberapa keterangan usia produktif itu adalah rentang umur 15-64 tahun.

Nah, dalam kaitan artikel tersebut berapa rentang usia yang dimaksud 'usia produktif'?

Jika yang dimaksud dalam artikel itu 'usia produktif' pada rentang 18 -- 49 tahun, maka itu adalah rentang usia dengan dorongan hasrat seksual (libido) yang sangat tinggi.

Maka, adalah hal yang realistis jika kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada kalangan 'usia produktif' karena mereka mempunyai uang untuk membeli seks.

Persoalannya adalah materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS yang disebarluaskan oleh banyak kalangan di Indonesia, termasuk pemerintah dalam hal ini Kemenkes, selalu dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis tentang HIV/AIDS hilang, sedangkan yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).

Baca juga: Kasus HIV/AIDS pada Remaja Akibat Materi KIE HIV/AIDS yang Hanya Mitos

Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan seks pranikah, zina, melacur, selingkuh dan homoseksual/LGBT.

Padahal, secara empiris penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi bukan karena sifat hubungan seksual (seks pranikah, zina, melacur, selingkuh dan homoseksual/LGBT), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta (lihat matriks sifat dan kondisi hubungan seksual).

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Maka, yang diperlukan kalangan 'usia produktif' agar terhidar dari risiko tertular HIV/AIDS adalah informasi yang akurat tentang cara menyalurkan libido dengan aman.

Kalau saja orang-orang tua di negeri ini mau berbagi pelangaman tentang cara mereka menjaga diri yang membuat mereka tidak pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah sebelum dan selama menikah tentu saja akan sangat bermanfaat bagi kalangan 'usia produktif.'

Dalam artikel disebutkan: Upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan pencegahan penularan virus HIV adalah dengan tidak berganti-ganti pasangan, tidak memakai jarum suntik bergantian, menggunakan alat kontrasepsi atau kondom ketika melakukan kegiatan seksual, dan melakukan tes HIV secara berkala.

Ada yang perlu diluruskan dalam pernyataan di atas, yaitu:

(a) 'berganti-ganti pasangan' bukan penyebab penularan HIV/AIDS, tapi perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS jika laki-laki tidak memakai kondom karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan,

(b) 'tidak memakai jarum suntik bergantian' terutama pada penyalahgunaan Narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya),

(c) tidak semua alat kontrasepsi bisa dipakai untuk mencegah penularan HIV/AIDS, seperti pil, suntikan dan IUD, yang bisa hanya kondom, maka sebaiknya tidak menyebut alat kontrasepsi tapi sebut saja kondom,

(d) tidak semua kegiatan seksual berisiko terjadi penularan HIV/AIDS, maka kondom dipakai oleh laki-laki pada hubungan seksual berisiko, yaitu: hubungan seksual di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti serta dengan perempuan yang sering ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) yang sekarang ada di media sosial sebagai prostitusi online, dan

(e) tes HIV ada di hilir yaitu setelah seseorang tertular HIV/AIDS sehingga bukan pencegahan tapi mencari pengobatan (lihat matriks).

Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)

Tentang tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang disebut-sebut terkait dengan HIV/AIDS harus ada keterangan bahwa hal itu terkait dengan infeksi HIV/AIDS jika yang mengalaminya pernah atau sering melakukan hubungan seksual dan nonseksual berisiko tertular HIV/AIDS.

Bagi yang tidak pernah melakukan perilaku seksual dan perilaku nonseksual berisiko tertular HIV/AIDS, maka tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang disebut-sebut terkait dengan HIV/AIDS sama sekali tidak terkait dengan infeksi HIV/AIDS pada orang tersebut.

Baca juga: Gejala HIV/AIDS Tidak Otomatis Terkait dengan Infeksi HIV/AIDS 

Banyak artikel dan berita di Internet yang mengait-ngaitkan tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang disebut-sebut terkait dengan HIV/AIDS tanpa memberikan penjelasan yang akurat sehingga bikin panik masyarakat. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun