Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kasus HIV/AIDS di Pandeglang di Provinsi Banten Mengerikan Jika Terdeteksi pada Suami

14 September 2023   13:23 Diperbarui: 14 September 2023   13:28 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: yalemedicine.org)

"Ngeri, Penderita HIV dan AIDS di Pandeglang (Banten-pen.) Capai 92 Orang" Ini judul berita di poskota.co.id (13/9-2023).

Judul berita ini merupakan opini yang justru tidak sesuai dengan fakta.

Pertama, tidak ada yang mengerikan terkait dengan kasus HIV/AIDS karena secara fisik tidak ada tanda-tanda yang membuat orang lain ngeri.

Kedua, orang-orang yang HIV-positif dan yang sudah masuk masa AIDS (secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak menjalani terapi dengan obat antiretroviral/ART) tidak menderita.

Dengan jumlah kasus kumulatif yang terdeteksi di tahun 2023 sebanyak 92 bisa disebut 'ngeri' jika kasus itu terdeteksi pada laki-laki beristri karena mereka akan menularkan HIV/AIDS ke istrinya (horizontal). Jika istrinya tertular ada pula risiko penularan vertikal dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya, terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Yang perlu diketahui dalah kasus yang terdetkei (92) tidak menggamarkan jumlah kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di masyarakat. Hal ini terjadi karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat matriks).

Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Maka, ada warga Pandeglang, terutama laki-laki dewasa dan ibu rumah tangga, yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Mereka ini, terutama laki-laki, akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Sekertaris Dinas Kesehatan Pandeglang, Banten, Jenal Mutakin, mengatakan: .... tingginya kasus HIV/AIDS tersebut dipicu oleh mobilitas penduduk tinggi karena efek globalisasi memicu perubahan perilaku, budaya serta gaya hidup masyarakat."Hal itu, menjadi bagian faktor pemicu meningkatnya penyebaran virus HIV/AIDS di masyarakat."

Tidak ada kaitan langsung antara perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS dengan mobilitas penduduk dan efek globalisasi. Sayang, dalam berita tidak dirinci 92 kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di Pandeglang.

Warga yang melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS bisa terjadi di mana saja dan kapan saja jika mereka:

(a) Seorang laki-laki pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan,

(b) Seorang perempuan pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan,

(c) Seorang laki-laki pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena bisa saja salah satu dari PSK tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan,

Perlu pula diketahui PSK dikenal dua kategori, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan. Tapi, sejak reformasi ada gerakan moral menutup semua lokalisasi pelacuran di Indonesia sehingga lokaliasi pelacuran pun sekarang pindah ke media sosial. Transaksi seks pun dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksekuasinya dilakukan sembarang waktu dan di sembarang tempat. PSK langsung pun akhirnya 'ganti baju' jadi PSK tidak langsung.

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, pemandu lagu, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, dan cewek PSK online. Transaksi seks terjadi melalui berbagai cara, antara lain melalui ponsel.

Dinkes Pandeglang boleh-boleh saja menepuk dada dengan mengatakan: "Di Pandeglang tidak ada PSK (baca pelacuran)."

Secara de jure benar karena sejak reformasi semua tempat pelacuran, seperti lokalisasi, di seluruh Indonsia ditutup.

Tapi, secara de facto praktek pelacuran yang terutama melibatkan PSK tidak langsung tetap terjadi di Pandeglang. Nah, ini jadi pintu masuk HIV/AIDS ke masyarakat melalui laki-laki yang mengencani PSK tidak langsung.

Jika materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV/AIDS yang disebarluaskan ke masyarakat akurat, maka perubahan gaya hidup adalah tidak melakukan perilaku seksual berisiko.Tapi, selama ini materi KIE dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).

Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan hubungan seksual di luar nikah, zina, selingkuh, seks pranikah, dan melacur. Inilah mitos!

Padahal, secara empiris penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (hubungan seksual di luar nikah, zina, selingkuh, seks pranikah, dan melacur), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom). Ini fakta!

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Dalam berita disebutkan oleh Jenal Mutakin bahwa jumlah penderita HIV/AIDS akan berkurang jika penderita tersebut meninggal dunia. Pernyataan ini keliru karena sistem pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia adalah kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga jumlah kasus tidak akan pernah berkurang walaupun ada pengidap HIV/AIDS yang meninggal.

Ada lagi pernyataan: Bahkan, layanan itu dilakukan secara jemput bola, dengan cara melakukan pemeriksaan kesehatan ke tempat-tempat hiburan di wilayah Labuan.

Pemeriksaan kesehatan, yang lebih pas adalah tes HIV dengan konseling, merupakah langkah di hilir yaitu terhadap warga yang sudah tertular HIV/AIDS.

Yang diperlukan adalah mencegah insiden infeksi HIV baru di hulu yaitu melakukan intervensi agar warga tidak melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS.

Tanpa program penanggulangan di hulu, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Warga Pandeglang, terutama laki-laki, yang tertular HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Penyebaran HIV/AIDS itu terjadi tanpa disadari karena orang-orang yang mengidap HIV/AIDS tidak otomatif menunjukkan gejala-gejala berupa keluhan kesehatan dan pada fisik sebelum masa AIDS.

Penularan secar diam-diam itu merupakan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS' di Pandeglang. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun