"Yang diperlukan bukan hanya menambah jumlah dokter dan rumah sakit, tapi mendidik masyarakat agar bisa menjaga kesehatan."
Pernyataan di atas meruakan keluhan seorang dokter di sebuah rumah sakit daerah di Jakarta Timur terkait dengan sikap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes), melalui UU Kesehatan yang baru.
Memang, tidak ada langkah konkret pemerintah untuk mendidik masyarakat agar terhindar dari penyakit menular dan penyakit bawaan (degeneratif) secara komprehensif.
Semula di era Orde Baru (Orba) pemerintah membangun pusat-pusat kesehatan masyarakat, dikenal luas sebagai Puskesmas, secara masif dengan tujuan dokter dan tenaga kesehatan (Nakes) yang bekerja di Puskesmas jadi ujung tombang untuk mendidik masyarakat terkait dengan kesehatan.
Hal itu dikenal sebagai langkah preventif, yang bertujuan agar tingkat kesakitan di masyarakat ditekan.
Baca juga: Kesehatan di Indonesia Ditanggulangi Hanya dengan Bangun Rumah Sakit
Celakanya, belakangan Puskesmas justru jadi rumah sakit sebagai tempat berobat (kuratif). Ini membuat dokter dan nakes tidak bisa mengemban fungsi mereka sebagai ujung tombak untuk mendidik masyarakat dalam mencegah penyakit (preventif).
"Itulah sebabnya kami unjuk rasa menentang pengesahan RUU Kesehatan," kata dokter tadi. Memang, yang dikedepankan dalam program kesehatan di Indonesia adalah menambah jumlah dokter.
Bahkan, ada pintu masuk bagi dokter asing untuk praktek di Indonesia. Bagi dokter tadi ini tidak masalah selama kesehatan ditangani dari berbagai aspek yang saling mendukung.
Rasio dokter di Indonesia ada di angka 0,47 dokter untuk 1.000 penduduk, sedangkan patokan Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) rasio dokter adalah 1 per 1.000 penduduk. Jika mengacu ke WHO tentulah dibutuhkan banyak dokter di Indonesia.
Menambah dokter agar mencapai perbandingan yang ideal memang perlu, tapi juga perlu langkah yang konkret untuk mendidik masyarakat dan Puskesmas mempunyai data tentang penyakit bawaan penduduk. Ini perlu untuk menjaga agar penyakit itu tidak berkembang.
Sejatinya, Puskesmas mempunyai data tentang penyakit bawaan dan risiko penyakit yang bisa terjadi pada penduduk. Dengan data itu dokter dan Nakes mendidik warga agar tidak melakukan hal-hal yang memicu kemunculan penyakit bawaan sehingga warga terhindar dari penyakit-penyakit yang menurunkan produktivitas mereka sehari-hari.
Beberapa jenis penyakit sangat besar jumlahnya. Sebut saja TBC dengan 969.000 kasus yang membuat Indonesia di peringkat kedua dunia di belakang India.
Kanker payudara Indonesia ada di peringkat keenam dunia pada tahun 2020 dengan 65.858 kasus dan 22.430 kematian.
Ada pula HIV/AIDS dengan jumlah kasus 600.000-an. Selain itu kanker serviks juga jadi penyakit yang banyak di derita permpuan di Indonesia.
Sementara itu 10 penyakit penyebab kematian di Indonesia pada tahun 2019, yaitu:
- Stroke
- Serangan jantung Â
- Diabetes melitus Â
- TBC Â
- Sirosis hati Â
- Paru-paru kronis Â
- Diare Â
- Hipertensi Â
- Infeksi Saluran Pernapasan
- Neonatal
Sedangkan angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2022 mencapai 183 per 100.000 kelahiran.
Dari 10 penyakit penyebab kematian hanya dua penyakit menular yaitu TBC dan infeksi saluran pernapasan, sedangkan yang lain adalah penyakit degeneratif.
Itu artinya jika penyakit-penyakit tidak menular ditangani sejak bisa ditekan agar tidak jadi penyakit yang mematikan. Ini adalah bagian dari fungsi Puskesmas sebagai institusi yang mendorong masyarakat hidup sehat.
Laporan kompas.com (4/5-2023) menyebutkan warga Jawa Tengah (Jateng) mengapresiasi langkah Gubernur Ganjar Pranowo yang membangun 71 Puskesmas sepanjang 2013-2022 dengan fasilitas yang memadai. Tapi, dalam berita tidak ada informasi tentang langkah Puskesmas untuk menjalankan fungsinya meningkatkan pengetahun warga tentang kesehatan (preventif).
Maka, untuk meningkatkan derajat kesehatan warga perlu program yang komprehensif dengan menjadikan Puskesmas sebagai ujung tombak untuk mendidik masyarakat terkait dengan kesehatan dan mempunyai data tentang kondisi kesehatan warga. (dari berbagai sumber). *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H