Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uang Tabunganku Semasa SD di Tahun 1960-an Juga Raib Dibawa Kabur

26 Juli 2023   11:59 Diperbarui: 26 Juli 2023   12:00 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratusan orang tua siswa SD di Tasikmalaya, Jabar, unjuk rasa tagih uang tabungan anak mereka, 22/7/2023. (Foto: KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA)

Berita tentang uang tabungan murid SD di Pangandaran dan Tasikmalaya, keduanya di Jawa Barat (Jabar), mengingatkan saya ketika belajar di SDN Padangmatinggi, Kota "Salak" Padangsidimpuan, di Tapanuli bagian selatan atu sekitar 420 km arah barat daya Kota Medan, di Sumatera Utara.

Ketika itu awal tahun 1960-an ada yang datang dengan pakaian necis dan tas besar menawarkan cara menabung. Saya lupa apakah itu bank atau koperasi.

Yang saya ingat ada kata 'dharma' di nama lembaga itu. Mungkin ada warga Padangsidimpuan atau daerah lain yang mengalami nasib yang sama dengan saya dan mengingat nama lembaganya.

Saya juga tidak ingat berapa rupiah tabungan saya. Yang saya ingat tiap hari saya menabung dengan membeli kupon dan menempelkannya di buku tabungan.

Akhir cerita sekolah menerima tawaran dan secara berkala karyawan dari lembaga keuangan itu datang ke sekolah. Yang ikut menabung diberikan buku tabungan.

Murid-murid yang akan menambung membeli kupon, seperti prangko, dengan nominal sesuai dengan yang dibeli. Kemudian ditempelkan di buku tabungan.

Tapi, apa lacur beberapa tahun kemudian tidak ada lagi kabar dari lembaga keuangan itu. Artinya, semua uang tabungan murid, entah dari berapa sekolah di beberapa kota dan daerah, raib tak tentu rimbanya.

Saya berpikir di zaman saya belajar, ketika itu bernama sekolah rakyat (SR) yang kemudian berubah jadi sekolah dasar (SD), tentulah pengetahuan tentang perbankan dan koperasi sangat rendah. Maka, amat mudah dikibuli dan ditipu.

Tapi, di zaman dengan sistem perbankan yang bisa diakses melalui telepon seluluer (Ponsel) terjadi penipuan tabungan siswa tentulah sangat disayangkan.

Di Pangandaran, misalnya, seperti diberitakan kompas.com (28/6-2023) uang tabungan siswa yang dikelola koperasi yang mandeg sekitar Rp 7,47 miliar di dua kecamatan, Cijulang dan Parigi. Dari Rp 7,47 miliar itu, hampir Rp 1,5 miliar di antaranya dipinjam 62 guru dan belum dikembalikan.

Soal uang tabungan dipinjam guru tidak ada kaitannya dengan murid sebagai penabung. Itu urusan koperasi. Murid-murid mempunyai hak mutlak untuk mendapatkan uang tabungan mereka.

Ratusan orang tua siswa SD di Tasikmalaya, Jabar, unjuk rasa tagih uang tabungan anak mereka, 22/7/2023. (Foto: KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA)
Ratusan orang tua siswa SD di Tasikmalaya, Jabar, unjuk rasa tagih uang tabungan anak mereka, 22/7/2023. (Foto: KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA)

Begitu juga dengan yang terjadi di dua SD Tasikmalaya (Pakemitan dan Ciawi) dilaporkan Rp 800 juta uang tabungan murid di dua SD juga ditelep guru. Orang tua hanya bisa pasrah dan gigit jari karena mantan kepala sekolah yang mengelola tabungan anak-anak itu ingkar janji.

Dilaporkan oleh kompas.com (25/7-2023) kasus di Pangandaran uang dipinja guru, sedangkan yang di Tasikmalaya uang dibawa kabur pengelola yaitu mantan kepala sekolah.

Sudah saatnya pemerintah, dalam hal ini pemerintah kabupaten dan kota, meningkatkan literasi warga tentang keuangan agar tidak jadi korban.

Informasi tentang sistem keuangan yang perlu disampaikan yaitu uang akan aman disimpan di bank yang ditanggung oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Di setiap bank yang ditanggung oleh LPS ada keterangan yang menyebutkan bank tersebut masuk jaminan LPS. Artinya, nasabah, dalam hal penabung atau penyimpan uang di bank tersebut tidak akan kehilangan uangnya biarpun bank bangkrut atau ditutup.

Sementara lembaga keuangan lain, seperti koperasi, tidak masuk jaminan LPS. Maka, jika ada masalah di koperasi tersebut, seperti yang terjadi di Pangandaran, tidak ada lembaga yang menjamin uang simpanan di koperasi tersebut.

Dalam kaitan ini adalah langkah yang arif dan bijaksana jika, dulu disebut, bank-bank pembangunan daerah, mengulurkan tangan untuk memberikan ruang bagi murid-murid SD/Ibtidaiyah, SMP/Tsanawiah membuka rekening tabungan dengan nama orang tua dengan QQ nama anak.

Ada bank yang bisa menambah saldo tabungan dengan minimal Rp 10.000. Nah, kalau murid-murid itu mengumpulan uang untuk menabung dari sisa jajan, maka dianjurkan mereka menabung sekali seminggu. Misalnya, hari Jumat sebagai hari terkahir masuk sekolah.

Sejatinya pemerintah menangkap hasrat anak-anak, dalam hal ini murid SD, menabung. Sayang, pemerintah rupanya bergeming sehingga hasrat anak-anak itu justru dimanfaatkan oleh kalangan berdasi sebagai umpan yang akhirnya bikin anak-anak itu justru jadi korban. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun