"Puluhan Ibu Rumah Tangga di Bogor Tertular HIV Akibat Suami Open BO" Ini judul berita di viva.co.id, 4/7-2023.
Fakta di atas menunjukkan banyak orang yang terkecoh karena termakan mitos (anggapan yang salah) tentang cara-cara penularan HIV/AIDS.
Sejak awal epidemi HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 1987, materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan moral dan agama sehingga fakta medis HIV/AIDS kabur dan menghasilkan mitos.
Misalnya, dalam KIE yang diedarkan berbagai kalangan, termasuk pemerintah dalam hal ini Kemenkes dan jajarannya (Dinkes), selalu mengatakan penularan HIV/AIDS karena 'seks bebas'.
Baca jug: Mengapa Sebaiknya Kemenkes Tidak Lagi Menggunakan "Seks Bebas" terkait Penularan HIV/AIDS
Celakanya, sampai sekarang tidak jelas apa yang dimaksud dengan 'seks bebas' sehingga muncul berbagai macam penafsiran di masyarakat. Tapi, pada akhirnya 'seks bebas' digiring ke hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) baik di lokalisasi pelacuran maupun di luar lokalisasi.
Maka, tidak mengherankan kalau kemudian banyak orang yang menyimpulkan bahwa penularan HIV/AIDS terjadi melalui zina (baca: hubungan seksual) dengan PSK.
"Maaf, ya, teman-teman cowok gue kagak ada yang gituan di lokalisasi." Inilah jawaban seorang cewek yang penulis ajak diskusi di Facebook ketika ditanya: Coba perhatian dari 10 teman cowokmu berapa orang yang pernah berzina.
Nah, cewek itu mengatakan zina adalah hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi, sedangkan dalam pertemanan atau pacaran hubungan seksual tidak dia anggap sebagai perzinaan.
Karena 'seks bebas' dikaitkan dengan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi, maka banyak laki-laki yang menganggap tidak ada risiko tertular HIV/AIDS ketika melakukan hubungan seksual dengan cewek BO, cewek prostitusi online, pemandu musik, pemijat plus-plus, 'ayam kampus', cewek baik-baik, dan lain-lain yang bukan PSK di lokalisasi.