Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Bukittinggi Ada di Hilir

2 Juli 2023   15:00 Diperbarui: 2 Juli 2023   15:16 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Korban Penyakit HIV/AIDS di Bukittinggi Bertambah, RSAM Menerima 1 Pasien Setiap Hari" Ini judul berita di harianhaluan.com, 2/7-2023.

Judul berita ini benar-benar kacau-balau yang dalam jurnalistik disebut misleading (menyesatkan), karena:

Pertama, orang-orang yang tertular HIV/AIDS tidak disebut sebagai korban. Mereka tertular karena melakukan perilaku seksual dan nonseksual bersiko tertular HIV/AIDS, kecuali ibu-ibu rumah tangga yang tertular dari suami, mereka tertular bukan karena melalukan hubungan seksual berisiko. Hubungan seksual antara suami dan istri ada dalam ikatan pernikahan yang sah berdasarkan agama dan hukum negara.

Perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:

(a) Laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSKtidak langsung,

PSK sendiri dikenal ada dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK online, dll.

(b) Perempuan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti atau dengan laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan, seperti gigolo atau Waria heteroseksual.

Sedangkan perilaku nonseksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:

(c) Laki-laki dan perempuan yang pernah atau sering memakai jarum suntik secara bergantian dengan bergiliran pada penyalahgunaan Narkotika.

(d) Laki-laki dan perempuan yang pernah atau sering menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV.

Kedua, HIV/AIDS bukan penyakit. HIV adalah virus, sedangkan AIDS adalah kondisi seseorang yang tertular HIV pada kurun waktu tertentu, secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral (ART).

Ada pula pernyataan: Penyakit HIV/AIDS adalah suatu penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh manusia menjadi lemah melawan infeksi.

Pernyataan di atas tidak akurat karena HIV/AIDS bukan penyakit dan tidak menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.

Sebagai virus, HIV menggandakan diri di sel-sel darah putih manusia sehingga sel-sel tersebut rusak yang mempengaruhi sistem kekebalan. Virus yang digandakan akan mencari sel lain begitu setersunya sehingga kian banyak sel darah putih yang rusak sehingga sistem kekebalan tubuh rendah.

Dalam kondisi itulah infeksi oportunistik, seperti diare, TBC dan lain-lain mudah menginfeksi pengidap HIV/AIDS. Perlu diketahui penyakit-penyakit infeksi oportunistik itulah yang menjadi penyebab kematian pengidap HIV/AIDS.

Yuhelmi, tenaga medis di RSUD dr Achmad Mochtar, Bukittinggi, Sumbar, mengatakan: "Penyebab banyaknya korban HIV/AIDS di Bukittinggi dikarenakan kurangnya pendidikan tentang dampak dari seks bebas kepada anak-anak muda saat ini, dikarenakan korban terjangkit penyakit ini kebanyakan remaja."

Tidak ada kaitan antara 'seks bebas' dengan penularan HIV/AIDS karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas, zina, melacur, selingkuh), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom).

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)

Penyebutan " .... korban terjangkit penyakit ini kebanyakan remaja" tidak akurat. Yang perlu diingat adalah kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada remaja merupakan realitas sosial yang realistis karena pada usia itu libido berupa hasrat seksual mereka tinggi.

Pada saat yang sama informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS melalui hubungan seksual tidak akurat karena dibumbui dengan moral dan agama sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).

Seperti pernyataan Yuhelmi di atas yang mengaitkan 'seks bebas' dengan penularan HIV/AIDS. Itu mitos karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena 'seks bebas'.

Dalam berita disebutkan 4 strategi yang sudah dijalankan Pemkot Bukittinggi untuk menanggulangi HIV/AIDS yang dilansir dari bappeda.sumbarprov.go.id, yaitu:

1. Strategi peningkatan informasi dan pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS secara komprehensif

2. Strategi pemberdayaan masyarakat dan penguatan kelembagaan

3. Strategi peningkatan akses jangkauan pelayanan

4. Strategi dukungan penguatan regulasi dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS

Empat langkah di atas tidak menyentuh akar persoalan yaitu insiden infeksi HIV baru di hulu, terutama pada laki-laki melalui hubungan seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.

Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)

Sedangkan strategi 3 adalah program di hilir yaitu terhadap warga Bukittinggi yang sudah tertular HIV/AIDS.

Pemkot Bukittinggi boleh-boleh saja menepuk dada dengan mengatakan: Di Kota Bukittinggi tidak ada pelacuran!

Secara de jure itu benar karena sejak reformasi semua tempat pelacuran, disebut lokalisasi atau lokres, ditutup.

Tapi, secara de facto apakah Pemkot Bukittinggi bisa menjamin di Kota Bukittinggi tidak ada praktek pelacuran yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung?

Tentu saja tidak bisa!

Maka, itu artinya insiden infeksi HIV baru di hulu akan terus terjadi pada laki-laki dewasa. Mereka selanjutnya akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Di bagian lain disebut: Peran penting dinas kesehatan sangat diperlukan untuk mensosialisasikan tentang bahayanya seks bebas dan juga dampak dari penyakit HIV/AIDS.

Lagi-lagi pernyataan di atas tidak akurat. Lagi pula sosialisasi HIV/AIDS sudah dilakukan sejak awal epidemi yaitu tahun 1987. Itu artinya sosialisasi sudah berjalan selama 36 tahun.

Tapi, mengapa hasilnya nol besar? Ya, itu terjadi karena materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan moral dan agama sehingga mengaburkan fakta medis tentang HIV/AIDS yang bermuara pada mitos.

Satu hal yang menggelitik dari berita ini adalah: Mengapa yang dibicarakan hanya remaja?

Matriks: Risiko penyebaran HIV/AIDS pada remaja dan laki-laki beristri. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Risiko penyebaran HIV/AIDS pada remaja dan laki-laki beristri. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Secara empiris kasus HIV/AIDS pada remaja ada di terminal akhir epidemi karena mereka tidak mempunyai pasangan tetap, dalam hal ini istri.

Bandingkan dengan seorang suami yang tertular HIV/AIDS. Dia jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS ke istri dan pasangan seks lain. Bahkan, tidak jarang ada laki-laki yang beristri lebih dari satau sehingga jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS kian banyak.

Yang perlu dilakukan Pemkot Bukittinggi adalah menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, jumlah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. Ini program di hulu.

Tanpa ada program penanggulangan di hulu, maka kasus baru HIV/AIDS akan terus terjadi di Kota Bukittinggi yang merupakan 'bom waktu' yang kelak jadi 'ledakan AIDS.' *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun