"Na manjalaki hepeng do halai, Abang."
"Ulang be kehe Abang tu sadun."
"Nadong sudena i."
Itulah yang dikatakan keluarga dan kerabat kepada saya terkait dengan berobat alternatif karena santet yang saya alami.
"Na manjalaki hepeng do halai, Abang." (Mereka itu cuma cari uang, Abang). Ini dimaksudkan bahwa orang-orang yang membantu saya mengatasi dampak santet hanya mencari uang.
Tentu saja pernyataan saudara saya itu merupakan fitnah karena dia tidak pernah bertemu dengan orang-orang yang membantu warga yang jadi korban santet, seperti saya, yang berobat ke Banten: Apakah benar harus membayar sekian rupiah?
Faktanya, hanya ucapan terima kasih seikhlasnya kecuali ada yang harus dibeli untuk bahan pendukung mengambil benda di badan, di rumah, di kantor atau di tempat usaha.
Pak Ajie di Cilegon, Banten, misalnya, jika ada yang harus dibeli dia selalu meminta yang berobat atau keluarganya yang membeli. Tapi, risikonya adalah benda atau minyak yang dibeli bisa palsu. Maka, yang berobat selalu minta bantuan Pak Ajie. Lagi pula harganya pun jauh lebih mahal kalau dibeli sendiri.
Maka, saudara saya itu sudah suuzan (prasangka buruk) dan menebar fitnah.
"Ulang be kehe Abang tu sadun." Ini maksudnya "Abang jangan lagi pergi (berobat) ke Banten."