Memang, penantian 32 tahun tidaklah waktu yang singkat. Seperti yang dialami oleh penggemar sepak bola di Tanah Air yang baru bisa merayakan perolehan medali emas sepak bola di SEA Games Kamboja 2023 setelah menanti selama 32 tahun. Sebelumnya, timnas Indonesia memenangkan laga final sepak bola di SEA Games Manila 1991.
Euforia (KBBI: perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan) atas kemenangan Timnas Indonesia yang mengalahkan Thailand melalui perpanjangan waktu dengan skor 5-2 tak terbendung sampai ke Presiden Jokowi yang teraktir menteri dan pejabat makan durian di Kota Medan, Sumut.
Kemenangan telak itu fakta. Tapi, jangan lupa SEA Games bukan puncak kejuaraan sepak bola untuk kawasan Asia karena ada supremasi sepak bola Asia yaitu Piala Asia 2023 yang akan digelar 12 Januari -- 10 Februari 2024 di Qatar.
Ada 24 negara yang terbagi dalam enam grup. Indonesia di Grup D bersama Irak, Jepang, dan Vietnam. Sedangkan Thailand di Grup F bersama Arab Saudi, Kyrgyzstan, dan Oman.
Jika AFC mengikuti UEFA setiap jenjang sampai semifinal diundi, maka ada kemungkinan Indonesia bertemu lagi dengan Thailand jika keduanya lolos ke 12 besar.
Nah, jika Indonesia menjadikan kemenangan di SEA Games Kamboja 2023 bisa berdampak buruk karena bisa saja pemain Thailand yang ke SEA Games bukan bagian dari tim yang akan berlaga di Piala Asia.
Soalnya, sudah dua kali Timnas Indonesia tergelincir karena termakan hiperrealitas (kondisi yang tidak bisa membedakan fakta dan ilusi), yaitu: final Piala AFF 2010 yang jadi mimpi buruk bagi sepak bola nasional karena disikat Malaysia 3-0 pada 26 Desember 2010.
Baca juga: Timnas PSSI Korban Hyperreality Stasiun Televisi Nasional
Ketika itu Timnas berpatokan pada kemenangan Timnas Indonesia 5-1 atas Malaysia di babak penyisihan. Padahal, karena sudah lolos ke semifinal Malaysia tidak menurunkan pemain inti.
Agaknya, PSSI tidak belajar dari hiperrealitas di Piala AFF 2010 karena Untuk kedua kalinya  Timnas sepak bola Indonesia jadi korban hiperrealitas yaitu menjadikan kemenangan dengan tim-tim yang lemah sebagai patokan untuk juara.
Hal yang sama terjadi pada kompetisi Piala Asia U-17 tahun 2022. Indonesia disingkirkan Malaysia karena salah perhitungan.
Baca juga: Lagi-lagi Timnas Sepak Bola Indonesia Jadi Korban Hiperrealitas Kali Ini U-17
Agaknya, setengah orang terlalu mudah terbuai dengan berita dan kabar yang ditulis dengan hiperbol [KBBI: ucapan (ungkapan, pernyataan) kiasan yang dibesar-besarkan (berlebih-lebihan), dimaksudkan untuk memperoleh efek tertentu] yang justru berbau hiperrealitas.
Seperti yang terjadi terhadap Lalu Muhammad Zohri, pemuda asal NTB, yang memenangkan lomba lari 100 meter (sprint) di Kejuaraan Amatir Inrternasional U-20 di Finlandia. Ada fakta yang tidak muncul yaitu itu kejuaraan amatir, di tingkat pro waktunya di bawah 10 detik, sedangkan Zohri di atas 10 detik.
Baca juga: Banjir Pemberitaan tentang Zohri, Semoga Tidak Sampai pada Hiperrealitas
Pemberitaan yang tidak objektif akhirnya menyesatkan dan merugikan Zohri karena pada kejuaraan berikutnya tidak ada kabar Zohri  pecahkan rekor Asia, dunia atau olimpiade.
Baca juga: Zohri "Korban" Hiperrealitas Pemberitaan Media
Kembali ke sepak bola nasional, PSSI perlu mawas diri dan tidak terperangkap pada prestasi medali emas SEA Games menghadapi kejuaraan Piala Asia 2023 dan Asian Games serta kompetesi lain.
Di babak penyisihan Grup D Piala Asia 2023 Indonesia menghadapi lawan tangguh, seperti Jepang, Irak dan Vietnam.
PSSI perlu mempelajari: Apakah pemain yang dibawa Vietnam ke SEA Games Kamboja 2023 merupakan tim inti ke Piala Asia 2023?
Agar ada kepastian lolos dari grup untuk melaju ke babak 12 besar harus mengalahkan dua tim. Nah, tim mana yang bisa dikalahkan Indonesia? *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H