Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Serial Santet #40 Sakit Perut dengan Indikasi Nonmedis

11 Mei 2023   08:17 Diperbarui: 11 Mei 2023   15:11 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah jamak terjadi lepas puasa Ramadan muncul keluhan sakit perut. Banyak faktor yang membuat kondisi itu, terutama karena perubahan pola makan dari sebelum puasa-selama puasa-dan setelah puasa.

Tapi, pola makan saya sebelum, selama dan sesudah puasa tidak berubah drastis. Hanya tidak ada sarapan, diganti sahur, dan tidak ada makan siang. Itu saja. Sedangkan dalam hal jumlah dan lain-lain tidak banyak berubah.

Namun, beberapa hari setelah Lebaran 1444 H/2023 M ada keluhan kesehatan di perut. Saya ke dokter di poliklinik yang jadi FKTP (fasilitas kesehatan tingkat pertama) terkait BPJS Kesehatan. Dokter memberikan obat untuk tiga hari.

Setelah hari keempat keluhan perut masih ada. Sampai hari ketujuh perut tetap sakit. Saya kembali ke dokter. Obat ditambah juga untuk tiga hari.

Lagi-lagi perut tetap bermasalah. Tidak ada mual tidak pula diare hanya gangguan di perut.

Sudah dua kali ke dokter. Saya pun teringat di akhir tahun 2019 ketika itu diare berkepanjangan. Saya tiga kali ke dokter tapi sakit perut dan diare tidak juga berhenti.

Semula saya berpikir itu terkait dengan medis, seperti halnya sakit perut terbaru. Tapi, karena sudah tiga kali ke dokter tapi keluhan tetap tidak hilang, saya berpikir kondisi itu tidak terkait dengan medis.

Dengan bismillah pada 6 Mei 2023 saya melangkah ke Pandeglang, Banten, untuk menemui Bu Haji Emun yang selama ini membantu saya dan anak terkait dengan keluhan karena nonmedis.

Dengan berbekal pisang ambon, Bu Haji selalu ingatkan supaya bawa pisang sendiri untuk menghindari fitnah, saya bertemu dengan Bu Haji.

Dalam prakteknya Bu Haji memakai pisang ambon, hanya pisang ambon, untuk menarik benda-benda kiriman dengan santet dari dalam badan. Tidak ada ramuan karena Bu Haji hanya membaca ayat-ayat suci.

Pisang ambon diletakkan di bagian tubuh yang ada benda. Traaaakkkkk .... Kulit terasa disayat, bahkan terkadang berdarah, ketika benda ditarik Bu Haji dari badan.

Bu Haji selalu ingatkan kalau ada perdarahan ketika benda ditarik sebaiknya ke dokter. Ini untuk mencegah infeksi karena benda-benda itu dikirim setelah dilumuri dengan ramuan berupa racun.

"Bapak jangan percaya!" Itulah yang dikatakan seorang dokter di sebuah klinik 24 jam di Jakarta Timur. Bu Dokter itu bahkan ceramah soal agama yang dia kaitkan dengan santet.

Akhirnya, saya buka suara, "Maaf, Bu Dokter, saya ke sini mau berobat karena takut infeksi karena ada benda ditarik dari badan saya." Akhrinya Bu Dokter memberikan obat antiradang.

Sama halnya dengan sakit perut pasca Lebaran 2023, saya pun berpikir ada campur tangan nonmedis sehingga setelah dua kali ke dokter saya ke rumah Bu Haji.

Sakit perut di penghujung tahun 2019 ternyata ada penyebab nonmedis. "Astaga, ini bambu mayit," kata Bu Haji sambil menarik benda sebesar anak korek api dari pisang ambon yang sebelumnya diletakkan ke perut saya.

'Bambu mayit' yang disebut Bu Haji adalah potongan bambu aling-aling jenazah di dalam kuburan, ada juga yang memakai papan.

Tujuan mengirim potongan 'bambu mayit' itu, menurut Bu Haji, untuk memanggil korban dengan tujuan agar mati. Tapi, umur di tangan Tuhan, namun santet bikin korban menderita lahir dan batin dengan simpton penyakit-penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara medis.

Kali ini, Lebaran kemarin, Bu Haji tarik binatang kecil dari perut saya. Pisang ambon penuh dengan binatang kecil, dikenal sebagai kutu beras, yang ditarik Bu Haji dari perut dan bagian badan lain.

Alhamdullillah, setelah itu perut berangsur membaik dan tidak ada lagi keluhan seputar perut.

Yang membayar dukun mengirim santet bisa diketahui, tapi tidak bisa dibawa ke ranah hukum karena pembuktiannya tidak bisa secara empiris.

Tujuan yang mengirim santet berhasil walaupun mereka harus mengeluarkan uang membuat korban menderita, tapi hasil yang mereka harapkan sepenuhnya ada di tangan Tuhan.

Itu yang tidak mau dipahami orang-orang yang membayar dukun untuk mengirim santet, tapi ada juga yang dipaksa dukun untuk dilanjutkan dengan alasan kalau tidak dilanjutkan dia yang jadi korban.

Maka, yang membayar dukun santet ada dalam kondisi harus terus memenuhi permintaan dukun. Untuk itulah, sebaiknya pilihlan jalan yang realistis untuk menyelesaikan masalah duniawi. *====

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun