(5). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,Â
(6). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),
(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,
(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,
(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom,Â
(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal, seks vaginal dan seks oral) dengan laki-laki atau perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom.Â
Nah, kalau Pemerintah DIY ingin menanggulangi HIV/AIDS adalah membuat regulasi, dalam hal ini peraturan daerah (Perda), yang bisa mencegah warga melakukan perilaku-perilaku seksual berisiko di atas.
Selama Perda AIDS hanya bekerja di hilir, maka pertambahan kasus baru HIV/AIDS akan terus terjadi. Warga yang tertular HIV/AIDS dan tidak terdeteksi melalui tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Untuk menanggulangi HIV/AIDS di DIY selain program di hulu juga perlu program untuk mencari warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi.
Selama ini salah satu cara yang dilakukan beberapa daerah adalah mewajibkan perempuan hamil menjalani tes HIV. Celakanya, suami perempuan hamil tidak menjalani tes HIV sehingga mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat.
Di judul berita disebutkan kasus HIV di DIY sebanyak 6.214. Dalam laporan siha.kemkes.go.id (18/3-2022) jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di DIY mencapai 8.861 yang terdiri atas 7.211 HIV dan 1.650 AIDS.