Terkait dengan stigma dan diskriminasi kondisi ini terjadi di hilir yaitu pada warga yang sudah menjalani tes HIV dengan hasil positif (lihat matriks).
Pertanyaannya: Mengapa mereka dikenali oleh warga di masyarakat?
Itu artinya identitas mereka bocor atau dibocorkan. Hal ini merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
Bukan hanya HIV/AIDS, semua jenis penyakit dan tindakan medis terhadap seseorang adalah rahasia yang merupakan bagian dari medical record (catatan medis) yang merupakan rahasia jabatan dokter.
Secara hukum yang boleh mengetahui jenis penyakit dan tindakan medis hanya pasien dan dokter. Tapi, di Indonesia tenaga administrasi dan perawat atau tenaga medis (Nakes) tanpa hak membaca medical record yang lebih dikenal sebagai status.
Begitu juga dengan publikasi jenis penyakit dan tindakan medis, selain penyakit yang terkait dengan wabah, harus ada izin dari pengidap penyakit tersebut atau yang bersangkutan sendiri yang membuka diri.
Berdasarkan regulasi atau aturan tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi yang baku pada setiap tes HIV harus tunduk pada beberapa asas, yaitu: anonimitas (tanpa nama), konseling sebelum dan sesudah tes, informed consent (pernyataan kesediaan), dan konfidensialitas (kerahasiaan).
Stigma dan diskriminasi terjadi di hilir yaitu pada warga pengidap HIV/AIDS yang identitasnya bocor atau dibocorkan. Kondisi ini tidak mempengaruhi penyebaran HIV/AIDS karena sebagian dari pengidap HIV/AIDS menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral (ART) sehingga menekan risiko penularan HIV/AIDS.
Selain itu ketika menjalani tes HIV mereka juga sudah menyatakan bahwa kalau hasil tes positif, maka penularan HIV/AIDS akan mereka hentikan mulai dari diri mereka sendiri.
Yang jadi persoalan besar dalam epidemi HIV/AIDS adalah di hulu yaitu insiden infeksi HIV baru yang terus terjadi, terutama pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual berisiko, yaitu: