Misalnya, program Thailand memberikan sanksi kepada germo atau mucikari jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS, seperti sifilis, GO, dan lain-lain. Sanksi berupa teguran sampai mencabut izin usaha.
Di Indonesia yang kena sanksi justru PSK yang terdeteksi mengidap IMS. Celakanya, germo justru yang memaksa PSK meladeni laki-laki 'hidung belang' tanpa memakai kondom.
Lagi pula Perda AIDS di Indonesia terbalik dengan program penanggulangan HIV/AIDS Thailand yaitu ekor program Thailand jadi program utama di Indonesia.
Thailand menjalankan lima program penanggulangan yang realistis secara serentak dengan skala nasional. Di urutan pertama adalah memanfaatkan media massa sebagai media pembelajaran masyarakat, pendidikan sebaya (peer educator), pendidikan HIV/AIDS di sekolah, pendidikan HIV/AIDS di tempat kerja di sektor pemerintah dan swasta, pemberian keterampilan, promosi kondom, dan program kondom 100 persen di lingkungan industri seks (Integration of AIDS into National Development Planning, The Case of Thailand, Thamarak Karnpisit, UNAIDS, Desember 2000).
Pro dan kontra kondom masih hiruk-pikuk sudah dijadikan program utama, sementara Thailand menempatkan kondom di akhir program.
Artinya, masyarakat dibekali dulu dengan pemahaman tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang komprehensif, antara lain melalui media, baru dikenalkan dengan kondom sebagai alat untuk mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah.
Setelah reformasi semua tempat pelacuran ditutup. Maka, lokalisasi pelacuranpun pindah ke media sosial. Transaksi seks dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksekusinya dilakukan sembarang waktu dan di sembarang tempat.
Itu artinya pemerintah tidak bisa melakukan intervensi atau penjangkauan terhadap praktek pelacuran untuk memaksa laki-laki pakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Dalam Perda AIDS DIY sama sekali tidak menyentuh praktek pelacuran di Pasar Kembang (Sarkem) terkait dengan 'program wajib kondom 100 persen.'
Baca juga:Â Tanggapan terhadap Perda AIDS Daerah Istimewa Yogyakarta
Sebelumnya juga sudah ada rencana revisi Perda AIDS DIY, tapi jika tidak menyentuh akar persoalah yaitu 'pintu masuk AIDS' percuma saja direvisi.