Faktanya: Tidak!
Maka, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena (sifat hubunga seksual) seks bebas!
Kalau saja kita berpikir jernih dan tidak membalut lidah dengan moral, maka adalah yang realistis kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada kelompok usia remaja (15-19 tahun) dan kalangan muda (20-49 tahun).
Justru akan ironis jika kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada usia di bawah 15 tahun dan di kalangan Lansia dengan faktor risiko seks.
Jika kasus banyak terdeteksi pada kalangan di bawah 15 tahun itu artinya orang tua mereka pengidap HIV/AIDS, terutama ayah.
Sedangkan kasus HIV/AIDS banyak pada Lansia dengan faktor risiko seks tentulah menunjukkan perilaku seksual berisiko pada kalangan itu tinggi.
Kasus HIV/AIDS pada remaja usia 15-19 tahun terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
- Libido tinggi
- Butuh penyaluran
- Penyaluran hanya bisa tuntas melalui hubungan seksual penetrasi
- Informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, Â moral dan agama
- Informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang akurat tidak pernah sampai ke mereka
- Informasi yang menyesatkan adalah mengaitkan seks bebas dan pergaulan bebas dengan penularan HIV/AIDS.
Padahal, risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual. Lihat matriks sifat dan kondisi hubungan seksual di atas.
Selama materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, agama dan moral, maka selama itu pula yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Makanya, jangan heran kalau insiden infeksi HIV baru di Indonesia terus terjadi.
Indonesia merupakan negara keempat di dunia dengan kecepatan pertambahan kasus di belakang Rusia, India dan China berdasarkan data tahun 2018 (aidsmap.com).