Relasi antara suami dan istri di rumah tangga tidak seimbang karena suami berada pada posisi powerfull (berdaya) dan voicefull (didengar), sedangkan istri di posisi powerless (tidak berdaya) dan voiceless (tidak didengar).
Kondisinya kian runyam karena peremuan, dalam hal ini ibu rumah tangga atau istri, diposisikan sebagai subordinat dari laki-laki atau suami.
Maka, langkah yang dilakukan di banyak daerah terkait dengan deteksi HIV/AIDS yang mewajibkan ibu hamil menjalani tes HIV merupakan cara yang tidak memakai perspektif gender. Ini cenderung menghukum ibu rumah tangga (baca: istri).
Hukuman bagi istri terkait dengan HIV/AIDS kian kental karena judul-judul berita di banyak media massa dan media online justru menjadikan ibu rumah tangga sebagai objek.
Coba simak judul-judul berita ini:
- 351 Warga Jakarta Barat Positif HIV, Sebagian Besar Ibu Rumah Tangga
- Ratusan Ibu Di Jakarta Barat Positif HIV AIDS, Kenali Ciri-Ciri HIV AIDS
- HIV Serang Ibu Rumah Tangga di Bandung, Pakar Beberkan Penyebabnya
- Ratusan Ibu Rumah Tangga & Mahasiswa di Bandung Terinfeksi HIV/AIDS
- Duh, Setiap Tahun 40 Ibu Rumah Tangga di Bandung Terjangkit HIV/AIDS
Kalau saja pemerintah provinsi, kabupaten dan kota membalik paradigma berpikir, maka yang menjalani tes HIV bukan istri yang hamil, tapi suami dari istri yang hamil.
Soalnya, kalau seorang istri yang menjalani tes HIV terdeteksi positif suaminya tidak mau menjalani tes HIV. Di Banten malah kabur meninggalkan istri dan anak-anaknya.
Nah, suami dari istri hamil yang terdeteksi HIV-positif yang tidak mau menjalani tes HIV akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Disebutkan: "Bina Wilayah ini akan kita gelar di Seluruh Kecamatan. Hal ini menjadi bentuk kolaborasi aktif masyarakat untuk menekan angka ODHA khusunya di Kota Bandung," ungkap Yuni.
Bagaimana caranya masyarakat menekan angka Odha (cara penulisannya bukan dengan huruf kapital karena Odha bukan akronim tapi kata yang mengacu ke Orang dengan HIV/AIDS).
Hanya orang per orang, dalam hal ini warga, yang bisa menekan jumlah kasus HIV/AIDS yaitu dengan tidak melakukan perilaku seksual berisiko, yaitu: