Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Salah Kaprah Mendorong Masyarakat Pati Terbuka Jika Temui Gejala AIDS

14 Oktober 2022   11:16 Diperbarui: 14 Oktober 2022   11:25 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak semua orang yang tertular HIV/AIDS tunjukkan gejala AIDS dan tidak semua waga Pati pernah lakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS

"Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Pati Endah Sriwahyuningati mendorong agar masyarakat terbuka jika menemui gejala-gejala yang mengarah kepada penyakit HIV/AIDS. Hal ini agar kasus penyakit ini tidak menjadi fenomena gunung es." Ini lead pada berita "Dewan Minta Masyarakat Terbuka, Atasi HIV/AIDS Sebelum Parah" di radarkudus.jawapos.com (29/9-2022).

Pernyataan anggota dewan itu jelas tidak akurat karena:

Pertama, orang-orang yang tertular HIV/AIDS tidak otomatis menunjukkan gejala-gejala, tanda-tanda atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan mereka sebelum masa AIDS (secara statistik masa AIDS terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV/AIDS jika tidak jalani pengobatan dengan obat antiretroviral/ART).

Kedua, tidak semua orang di dalam suatu masyarakat, dalam hal ini warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Jateng), pernah atau sering melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS.

Maka, yang dminta terbuka bukan masyarakat, tapi orang-orang atau warga yang pernah atau sering melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS.

Ketiga, ada atau tidak ada gejala-gejala, tanda-tanda atau ciri-ciri yang khas AIDS, tapi jika pernah atau sering melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS diminta agar jalanis tes HIV bukan terbuka karena ketika jalani tes HIV akan dimulai dengan konselig tentang perilaku dan lain-lain.

Ada atau tidak ada gejala-gejala, tanda-tanda atau ciri-ciri yang khas AIDS jika seseorang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko di bawah ini, maka orang tersebut dianjurkan untuk jalani tes HIV secara sukarela.

Seseorang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, jika melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual dan noseksual berisiko berikut, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(5). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),

(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,

(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,

(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom, 

(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal, seks vaginal dan seks oral) dengan laki-laki atau perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom.

Maka, amatlah jelas bahwa perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS itu ada para orang per orang bukan masyarakat.

Di bagian lain disebutkan: Berdasarkan informasi dari KPA, gencarnya kegiatan ini karena dilatarbelakangi temuan kasus pada calon pengantin, ibu hamil, dan juga balita.

Secara empiris, dalam sehari semalam mana yang lebih banyak warga yang menikah atau melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS di atas?

Sudah barang tentu risiko penularan paling banyak adalah jumlah warga yang melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS. Maka, yang perlu dilakukan adalah meminta agar warga tidak melakukan perilaku-perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS.

Selain itu perlu diingat bahwa hasil HIV-negatif pada tes HIV calon pengantin bukan vaksin. Artinya, setelah menikah bisa saja salah satu dari pasangan tersebut melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS sehingga tertular HIV/AIDS (Lihat matriks).

Matriks: Risiko Suami Tertular HIV/AIDS Setelah Menikah. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Risiko Suami Tertular HIV/AIDS Setelah Menikah. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Soal temuan kasus HIV/AIDS pada ibu hamil: Perlu ada survei terkait pasangan yang HIV-negatif ketika menikah, tapi ketika istri hamil terdeteksi HIV-positif.

Ada lagi pernyataan: Untuk diketahui kasus HIV/AIDS masih menjadi perhatian penting bagi pemerintah daerah. Karena itu pemerintah gencar melakukan upaya-upaya penanggulangan seperti yang dilakukan oleh KPA. Melalui kegiatan pembentukan Warga Peduli AIDS (WPA) yang saat ini berlangsung di Desa Bakaran Wetan Kecamatan Juwana.

Pertanyannya adalah: Apakah WPA bisa menghentikan warga agar tidak melalukan perilaku-perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS di atas?

Dalam peraturan daerah (Perda) Kabupaten Pati Nomor 7 Tahun 2022 tenang Penanggulangan HIV dan AIDS di Pasal 16 ayat (1) disebutkan: Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan dengan upaya untuk:

a. tidak melakukan hubungan seksual -- ini jelas tidak masuk akal karena melawan kodrat, selain itu menyalurkan libido atau dorongan seksual merupakan hak setiap orang sehingga jika dilarang merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM)

b. setia dengan pasangan -- ini hanya komitmen yang secara empiris tidak ada jaminan bisa saling setia

c. menggunakan kondom secara konsisten -- kapan dan siapa yang harus menggunakan kondom pada hubungan seksual untuk mencegah HIV/AIDS

d. menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif -- ini jelas ngawur karena teh, kopi dan rokok adalah zata adiktif yang sama sekali tidak terkait dengan penularan HIV/AIDS

Jika Pemkab Pati tidak mempunyai program yang bisa menghentikan warga melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS, maka insiden infeksi HIV di Patai akan terus terjadi.

Warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, sebagai 'bom waktu' yang kelak bermura pada 'ledakan AIDS' di Pati. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun