Berita tentang timnas sepak bola Indonesia U-17 banyak yang tidak memberikan gambaran yang faktual sehingga mengabaikan kekuatan lawan
Untuk kedua kalinya tim nasional (Timnas) sepak bola Indonesia jadi korban hiperrealitas yaitu menjadikan kemenangan dengan tim-tim yang lemah sebagai patokan untuk juara.
Hiperrealitas adalah kodisi yang secara empiris tidak bisa membedakan antara fantasi (menang lawan tim lemah) dan kenyataan (tim dengan kualifikasi pemain yang lebih rendah).
Kemenangan dengan tim lemah merupapakan fantasi, sedangkan kekuatan tim lain merupakan fakta atau kenyataan yang diabaikan.
Pujian dan sanjungan terhadap Timnas Indonesia yang lolos ke putaran final Piala AFF 2010 di Stadion GBK Jakarta.
Baca juga: Timnas PSSI Korban Hyperreality Stasiun Televisi Nasional
Kekuatan Timnas Indonesia yang akan berlaga lawan Malaysia di final dikur dari kemenangan PSSI lawan Malaysia di babak penyisihan dengan skor telak 5-1. Tapi, ada yang tidak faktual di sini yaitu kekuatan kesebelasan Malaysia yang berlaga di babak penyisihan itu bukan kekuatan penuh karena Malaysia sudah memastikan diri lolos.
Ketika Indonesia berlaga di final melawan Malaysia di hari Minggu, 26 Desember 2010, Tiimnas berbekal kekuatan berupa kemenangan 5-1 di babak penyisihan. Tapi, itu hiperrealitas karena kekuatan murni Malaysia baru diturunkan di final. Mimpi buruk benar-benar terjadi: Malaysia cuku Indonesia denga skor telak 3-0.
Agaknya, hal yang sama  terjadi pada Timnas U-17 yang banjir pujian dan sanjungan terkait kiprah timnas U-17 di Grup B dengan mengalahkan Uni Emirat Arab (UEA), Palestina dan Guam dengan skor besar dijadikan patokan untuk menghadapi Malaysia.
Celakanya, analisis terhadap kekuatan Malaysia hanya dilakukan dengan membandingkan kemenangan Indonesia dan Malaysia dengan UEA, Palestina dan Guam.