Ada lagi pernyataan: .... agar Pemkab Simalungun melalui Satpol PP segera melakukan penertiban warung (cafe) remang-remang, yang diduga tempat yang berpotensi tinggi sebagai tempat penyebaran inveksi virus HIV/AIDS.
Lokalisasi pelacuran pindah ke media sosial. Transaksi seks dilakukan melalui ponsel dengan eksekuasi sembarang waktu dan di sembarang tempat. Lagi pula perilaku-perilaku seksual berisiko di atas tidak harus dilakukan tempat tertentu.
Ada lagi pernyataan: Edwin juga menduga penyebaran HIV/AIDS ini dilakukan oleh warga-warga yang berasal dari luar daerah Simalungun. "Mungkin ini dari mereka (pekerja seks) membawa virus itu ke Simalungun."
Ini bentuk penyangkalan karena bisa saja warga Simalungun melakukan perilaku seksual berisiko di luar Simalungun atau di luar negeri. Warga Simalungun yang tertular HIV/AIDS karena melakukan perilaku seksual berisiko di luar Simalungun atau di luar negeri jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Simalungun terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Selain itu: Apakah pekerja seks di Simalungun menjalani tes HIV ketika tiba di Simalungun?
Kalau jawabannya tidak, maka ketika seorang pekerja seks di Simalungun terdeteksi mengidap HIV/AIDS bisa jadi pekerja seks itu tertular HIV/AIDS dari warga Simalungun.
Yang perlu dilakukan Pemkab Simalungun dan DPRD Simalungun adalah membuat regulasi, seperti peraturan daerah (Perda) dengan cara yang terukur, agar warga Simalungun tidak melakukan perilaku seksual berisiko di Simalungun, di luar Simalungun atau di luar negeri. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H