Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penyimpangan Seksual Bukan Penyebab Utama Penularan HIV/AIDS

4 Oktober 2022   00:07 Diperbarui: 4 Oktober 2022   00:05 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Perilaku penyimpangan seksual adalah terminologi moral yang sama sekali tidak menjadi penyebab utama penularan HIV/AIDS

"Padahal edukasi ini penting mengingat pencegahan HIV-AIDS harus dimulai dari usia dini sebagai upaya menghindari anak dari perilaku penyimpangan seksual yang menjadi penyebab utama HIV-AIDS," ujar dr. Aladin (Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Sumatera Barat). Pernyataan ini ada dalam berita "2.704 Orang Terjangkit HIV-AIDS di Sumatera Barat" di tvrinews.com (29/8-2022).

Dalam berita disebut data Dinas Kesehatan Sumatera Barat (Sumbar) sampai akhir tahun 2021 jumlah penderita HIV/AIDS sudah mencapai 2.704. Sedangkan laporan siha.kemkes.go.id menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Sumbar mencapai 6.669 yang terdiri atas 4.261 HIV dan 2.408 AIDS. Jumlah ini menempatkan Sumbar di peringkat ke-18 secara nasional dalam jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS.

Lagi-lagi pernyataan yang hanya mitos (anggapan yang salah) tentang penularan HIV/AIDS. Tidak ada kaitan 'perilaku penyimpangan seksual' dengan penularan HIV/AIDS karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual, dalam berita ini disebut 'perilaku penyimpangan seksual,' tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (lihat matriks).

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Edukasi macam apapun selama informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama, maka selama itu pula informasi yang akurat tentang HIV/AIDS tidak pernah sampai ke masyarakat.

Lagi pula apakah edukasi dengan KIE bisa efektif menghentikan seseorang untuk melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS?

Ini perilaku-perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(5). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

Baca juga: Pencegahan HIV/AIDS di Sumatera Barat Andalkan PSK

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),

(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,

(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,

(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom, 

(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal, seks vaginal dan seks oral) dengan laki-laki atau perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom. 

Edukasi macam apa yang bisa menghentikan seseorang untuk tidak melakukan salah satu atau beberapa perilaku di atas?

Selama ini sosialisasi dan edukasi HIV/AIDS sudah dijalankan bahkan dengan materi yang memberikan gambaran mengerikan akibat HIV/AIDS, tapi tetap saja tidak membuat banyak laki-laki menghentikan perilaku seksual berisiko.

Buktinya, banyak ibu rumah tangga yang tidak pernah melakukan perilaku berisiko terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Itu artinya ibu-ibu rumah tangga itu tertular dari suaminya. Celakanya, banyak suami yang menolak tes HIV ketika istrinya yang hamil terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Di bagian lain ada pernyataan ini: "Berdasarkan testing dan tresing PKBI diketahui odha di Sumatera Barat di dominasi oleh lelaki seks lelaki, ibu rumah tangga pasangan LSL dan kelompok berisiko seperti pekerja seks komersial," ucap dr Aladin.

LSL adalah akronim dari Lelaki Suka Seks Lelaki (MSM - Men who have sex with men) yang merupakan eufemisme dari gay. Namanya gay sudah jelas orientasinya seksnya homoseksual yaitu secara seksual tertarik kepada sejenis, dalam hal ini laki-laki. Maka, LSL tidak mempunyai istri (ibu rumah tangga) sebagai pasangan.  

Memang, dalam kehidupan LSL ada yang berperan sebagai 'suami' dan 'istri' tapi keduanya laki-laki.

Disebutkan pula: dr  Aladin menghimbau masyarakat agar bersama melakukan pengawasan pencegahan HIV ....

Imbauan yang paling mendesak adalah meminta kepada warga, teruama laki-laki dewasa, yang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku berisiko di atas agar segera mejalani tes HIV.

Langkah ini penting karena ketika 1 warga terdeteksi mengidap HIV/AIDS, maka 1 mata rantai penyebaran HIV/AIDS diputus. Begitu selanjutnya.

Sebaliknya, 1 warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Yang punya istri menularkan ke istrinya. Jika istrinya tertular maka ada pula risiko penularan ke bayi yang kelak dikandungnya terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Disebutkan juga: Data PKBI Sumatera Barat terdapat sejumlah daerah rawan ODHA yakni Kota Padang, Kota Bukitinggi, Kota Pariaman dan Kabupaten Agam.

Tidak ada daerah atau wilayah yang rawan HIV/AIDS. Yang rawan sehingga menyebarkan HIV/AIDS adalah perilaku seksual berisiko orang per orang.

Nah, pertanyaan untuk dr Aladin: Apa yang dilakukan untuk menghentikan warga melakukan perilaku seksual berisiko di atas? *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun