Perilaku bersiko tertular HIV/AIDS ada di ranah privat sehingga hanya warga yang bisa hentikan perilaku berisiko untuk turunkan infeksi HIV baru
"Memutus Mata Rantai HIV/AIDS dengan Penguatan Hukum." Ini judul artikel Dede Suryanti (Konsultan Hukum yang Hobi menyuarakan Isi pikiran) di yoursay.suara.com (15/9-2022).
Yang pertama dalam artikel ini muncul juga mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Misalnya, melalui pernyataan ini: Selain dari kejujuran, hal penting lainnya ialah keharusan untuk mengontrol diri agar tidak melakukan perilaku seks yang menyimpang. Anehnya, angka penularan semakin tinggi, meskipun sudah banyak pemberitaan mengenai bahaya perilaku seks menyimpang dan data mengejutkan terkait penularan HIV/AIDS.
Selanjutnya ada pula disebutkan: "Jajan"/prostitusi juga menjadi penyebab dari penularan HIV/AIDS, .... "
Sama sekali penyebab penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena 'perilaku seks menyimpang' dan 'jajan' serta prostitusi. Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karen sifat hubungan seksual, dalam artikel ini 'seks menyimpang' tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (Lihat matriks sifaf dan kondisi hubungan seksual).
Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia sejak tahun 1987 sampai 31 Desember 2021 sebanyak 579.188 yang terdiri atas 445.641 HIV dan 133.547 AIDS (diolah dari laporan siha.kemenkes.go.id).
Secara emiris tidak ada yang bisa memutus mata rantai penyebaran HIV/AIDS kecuali warga. Coba simak perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS berikut ini: Apakah pemerintah, instansi, institusi dan hukum bisa menjerat pelakunya?
Ini perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS: