Pemakaian terminologi 'seks bebas' yang terus terjadi dan kian meluas menyuburkan mitos terkati IMS dan HIV/AIDS serta berbagai aspek la
Berita tentang "Satu Keluarga di Bengkulu Terinfeksi HIV" di kompas.tv (23/9-2022) tetap saja mengedepankan mitos (anggapan yang salah) terkait dengan penularan HIV/AIDS.
Dalam berita disebutkan: Tingginya kasus HIV di Bengkulu dinilai karena pola pergaulan bebas dikalangan anak muda, serta minimnya kesadaran akan bahaya virus HIV.
Pertama, kasus terdeteksi pada keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Mengapa dikaitkan dengan 'pergaulan bebas dikalangan anak muda'?
Kedua, 'pergaulan bebas dikalangan anak muda' tidak otomatis sebagai media atau faktor risiko penularan HIV/AIDS karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (pergaulan bebas dikalangan anak muda), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (Lihat matriks sifat dan kondisi hubungan seksual).
Masalah lain terkait berita tentang HIV/AIDS adalah tidak menyebutkan penyebab kematian pengidap HIV/AIDS sehingga dikesankan kematian pengidap HIV/AIDS karena HIV/AIDS. Ini menyesatkan.
Kematian pengidap HIV/AIDS terjadi karena penyakit-penyakit yang diderita pada masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak meminum obat antiretroviral/ARV) yang disebut sebagai infeksi oportunistik, seperti diare, pneumonia, TB dan lain-lain.
Dalam berita ini disebutkan: Namun sayang, sang anak akhirnya meninggal dunia akibat infeksi virus HIV. Tentu saja pernyataan ini tidak benar.
Dalam berita tidak ada penjelesan tentang penyakit penyebab kematian 'sang anak' dari keluarga yang terdeteksi HIV/AIDS tersebut.