Kaitkan penularan HIV/AIDS dengan kegiatan amoral akan menyuburkan stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap pengidap HIV/AIDS
"Kasus HIV/AIDS di Bandung, Dosen Unpas Beri Langkah Preventifnya" Ini judul berita di (kompas.com, 18/9-2022). Terkait dengan kasus HIV/AIDS dikesankan oleh banyak media hanya jadi persoalan di Bandung, Jawa Barat (Jabar), saja.
Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang banyak di Tanah Air pada mahasiswa dan atau warga justru paling banyak bukan di Jabar tapi di Jawa Timur (Jatim) (Lihat tabel 10 provinsi dengan jumlah kasus HIV/AIDS terbanyak).
Dari tabel di atas jelas Jabar ada di peringkat ke-4 dalam jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS.
Kasus HIV/AIDS di Bandung jadi bahan berita untuk di-blow up banyak media, bahkan mengarah ke berita yang bombastis (omong kosong karena tidak berguna untuk menanggulangi HIV/AIDS) karena disebut jumlahnya 414 pada mahasiswa.
Celakanya, sumber data itu, yaitu Ketua Sekretariat KPA Kota Bandung Sis Silvia Dewi, tidak menjelaskan kapan atau rentang waktu kapan 414 kasus itu terdeteksi. Tambah runyam sebagian besar wartawan pun menyantap data itu tanpa melakukan analisis yang komprehensif dan mencari narasumber lain.
Seorang dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Pasundan (Unpas), Bandung, Charisma Asri Fitrananda, pun angkat bicara terkait dengan kasus HIV/AIDS dengan mengusung aspek moral: HIV AIDS muncul akibat aktivitas amoral, misalnya seks bebas, penggunaan jarum suntik bergantian, dan sebagainya.
Mengaitkan penularan HIV/AIDS dengan kegiatan amoral (tidak mempunyai akhlak) akan menyuburkan stigma (cap buruk atau negatif) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap pengidap HIV/AIDS yang justru menjadi kontra produktif dalam penanggulangan HIV/AIDS karena orang enggan jalani tes HIV.
Penyebuatan amoral itu pun menghina dan menghujat ibu-ibu rumah tangga yang tertular HIV/AIDS dari suami karena mereka tidak pernah melakukan perbuatan amoral.