Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Bekasi dengan Pemberian Kondom pada Pasangan Diskordan

19 September 2022   08:02 Diperbarui: 19 September 2022   08:03 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: (Sumber: indianexpress.com)

Pemberian kondom pada pasangan diskordan HIV/AIDS merupakan langkah penanggulangan di hilir, yang diperlukan langkah di hulu cegah infeksi HIV baru

"Cegah Penyebaran HIV/AIDS, Dinkes Kota Bekasi Alokasikan 16.560 Alat Kontrasepsi" Ini judul berita di megapolitan.kompas.com (17/9-2022).

Informasi di judul berita ini misleading (menyesatkan) karena tidak semua alat kontrasepsi (mencegah kehamilan) bisa dipakai untuk mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, anal dan oral).

Alat kontrasepsi yang bisa dipakai untuk mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, hanya kondom.

Ternyata entri kondom di KBBI hanya menyebut: alat kontrasepsi keluarga berencana yang terbuat dari karet dan pemakaiannya dilakukan dengan cara disarungkan pada kelamin laki-laki ketika akan bersanggama. Sama sekali tidak dikaitkan dengan alat untuk mencegah penularan IMS dan HIV/AIDS melalui hubungan seksual.

IMS adalah infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, antara pengidap IMS ke orang lain dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, yaitu: kencing nanah (GO), raja singa (sifilis), klamdia, jengger ayam, virus hepatitis B, virus kanker serviks, trikomona, herpes genitalis, dan kutil kelamin.

Selain itu perlu juga dipertanyakan: Apakah BKKBN juga menyebut kondom sebagai alat multi atau fungsi ganda untuk mencegah kehamilan dan penularan IMS dan HIV/AIDS melalui hubungan seksual?

Kalau tidak itu artinya BKKBN tidak mendukung penanggulangan HIV/AIDS yang sudah menggurita di Tanah Air.

Dalam berita disebut: Dinkes Kota Bekasi mencatat ada 554 kasus HIV/AIDS sepanjang 2022. Angka ini juga tidak ril karena tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat.

Hal itu terjadi karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tanti Rohilawati: "Tujuan pemberian kondom ini sebagai pencegahan penularan HIV/AIDS pada pasangan diskordan atau pasangan yang salah satunya positif HIV/AIDS." Dilanjutkan oleh Tanti, langkah tersebut dinilai dapat mengurangi risiko penyebaran HIV/AIDS hingga 95 persen

Celakanya Tanti tidak menjelaskan secara rinci dan media juga tidak mengulasnya, yaitu: risiko penyebaran HIV/AIDS kapan dan dari siapa ke siapa?

Matriks: Penanggulangan HIV/AIDS Kota Bekasi, pemberian kondom ke pasangan yang salah satu mengidap HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Penanggulangan HIV/AIDS Kota Bekasi, pemberian kondom ke pasangan yang salah satu mengidap HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Panjelasan Tanti itu mengesankan dengan memberikan kondom kepada pasangan yang salah satu mengidap HIV/AIDS penyebaran HIV/AIDS secara umum berkurang 95 persen.

Hal itu ngawur karena pemberian kondom itu hanya kepada pasangan yang salah satu, suami atau istri, yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Padahal, ada pengidap HIV/AIDS yang tidak mempunyai pasangan yang juga mengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi. Nah, mereka inilah yang justru jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Kota Bekasi khusunya dan di Indonesia umumnya karena epidemi HIV/AIDS tidak mengenal batas adminstrasi fisik antara daerah, bahkan antar negara.

Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)

Lagi pula pasangan yang terdeteksi HIV/AIDS itu ada di hilir, yaitu mereka yang sudan pernah atau sering melakukan perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. Perilaku-perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(5). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),

(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,

(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,

(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom, 

(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal, seks vaginal dan seks oral) dengan laki-laki atau perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom. 

Apakah Dinkes Kota Bekasi bisa mendeteksi warga yang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko di atas?

Kalau tidak bisa, itu artinya pintu masuk HIV/AIDS ke Kota Bekasi melalui perilaku seksual berisiko di atas tidak bisa ditutup sehingga insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, akan terus terjadi.

Warga Kota Bekasi yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Dalam berita tidak ada penjelasan tentang faktor risiko kasus HIV/AIDS di Kota Bekasi. Berita lebih mementingkan kelompok umur dengan menyebut: .... didominasi warga berusia 25-49 tahun.

Kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada warga berusia 25-49 tahun adalah hal yang realistis karena pada rentang usia itu libido tinggi dan mereka punya uang membeli seks, antara lain ada yang bekerja.

Akan ironis jika kasus HIV/AIDS di Kota Bekasi banyak terdeteksi pada Lansia (lanjut usia) dengan faktor risiko hubungan seksual atau pada bayi dan anak-anak.

Yang jadi masalah besar warga berusia 25-49 tahun tidak memperoleh informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang akurat sesuai dengan fakta medis. Soalnya, selama ini informasi tentang HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menghilangkan fakta medis dan menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Misalnya, mengait-ngaitkan sifat hubungan seksual dengan penularan HIV/AIDS. Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (zina, seks bebas, seks pranikah, melacur, homoseksual dan lain-lain), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (Liha matrik kondisi dan sifat hubungan seksual).

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Celakanya, dorongan libido hanya bisa disalurkan melalui hubungan seksual atau 'seks swalayan' (onani pada laki-laki dan masturbasi pada perempuan). Tapi, 'seks swalayan' tidak membuat hasrat tuntas hanya untuk sementara waktu.

Maka, selama informasi HIV/AIDS hanya berupa mitos selama itu pula insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Laki-laki yang tertular HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIS di masyarakat sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun