(7). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom.Â
Apakah ada langkah konkret Pemprov Jateng untuk menutup 'pintu masuk' HIV/AIDS di atas?
Kalau tidak ada, maka kasus HIV/AIDS akan terus bertambah di Jawa Tengah apalagi ada warga yang mengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi.
Mereka itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Maka, yang perlu dilakukan Pemprov Jateng adalah membuat regulasi, seperti peraturan daerah (Perda), untuk mendeteksi warga yang mengidap HIV/AIDS.
Ini juga ada dalam berita: Tingginya temuan kasus baru HIV di Jateng itu sebenarnya menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan kesehatan dan bahaya penyakit tersebut. Hal itu dibuktikan dengan makin banyak warga yang melakukan voluntary counselling test (VCT) atau tes HIV/AIDS sehingga banyak yang terdeteksi.
Apakah benar kasus HIV/AIDS yang terdeteksi karena orang per orang yang khusus datang ke klinik VCT untuk tes HIV?
Selam ini kasus-kasus baru terdetek pada orang yang dijangkau melalu berbagai komunitas, seperti waria dan gay.
Selain itu ada program PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) di Yankes. Dokter yang menemukan pasien dengan gejala terkait HIV/AIDS dan dengan perilaku seksual berisiko dirujuk ke Klini VCT.
Maka, Pemprov Jateng perlu meningkatkan penjangkauan, tapi terkait dengan 'pintu masuk' HIV/AIDS di atas mustahil dijangkau karena semua terjadi di ranah privat. Itu artinya kasus baru HIV/AIDS akan terus terjadi dan penyebaran HIV/AIDS di masyarakat pun terus terjadi sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H