Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penyebaran HIV/AIDS di Kota Medan Terkait dengan JA Korban Perkosaan yang Terdeteksi Idap HIV/AIDS

16 September 2022   19:20 Diperbarui: 17 September 2022   07:36 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyebaran HIV/AIDS di Kota Medan Terkait dengan Anak Perempuan yang Diperkosa

Selama 5 tahun sudah ada 1.200 laki-laki berisiko tinggi tertular HIV/AIDS yaitu yang melakukan hubungan seksual dengan JA tidak pakai kondom

Beberapa hari belakangan ini media massa dan media online mem-blow up kisah seorang anak perempuan, JA, berumur 12 tahun di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), yang jadi korban perkosaan yang akhirnya terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Celakanya, berita tentang anak itu hanya menjadikan JA sebagai objek sebagian berita dengan nuansa sensasi. Kondisi itu dalam realitas sosial membuat JA sebagai individu dengan powerless (tak berdaya) dan voiceless (tak didengar) (Lihat matrik korban sebagai objek).

Anak perempuan, JA, yang diperkosa di Kota Medan, Sumut, jadi objek dengan kondisi powerless dan voiceless. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Anak perempuan, JA, yang diperkosa di Kota Medan, Sumut, jadi objek dengan kondisi powerless dan voiceless. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Dalam kondisi sebagai korban JA bisa jadi sasaran kemarahan orang-orang, terutama perempuan, yang memakai 'baju moral' dengan menempat JA sebagai penyebab perkosaan tehadap dirinya.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang dikaitkan dengan korban pelecehan dan kekerasan seksual, seperti cara berpakaian, cara bergaul dan seterusnya. Padahal, tidak sedikit korban pelecehan dan kekerasan seksual yang memakai pakaian yang menutup semua badannya.

Penumpang Transjakarta yang diperkosa oleh empat petugas di Halte Harmoni, Januari 2014, memakai pakaian yang menutup seluruh bandanya kecuali wajah.

Itulah sebabnya pelecehan dan kekerasan seksual di Indonesia akan terus terjadi karena masyarakat selalu menyalahkan korban. Maka, kalau saja wartawan dan polisi menempatkan korban kekerasan seksual sebagai subjek akan lain ceritanya karena wartawan akan menulis berita yang mendukung pendampingan korban dan menghukum pelaku (Lihat matriks korban jadi subjek).

Anak perempuan, JA, yang diperkosa di Kota Medan, Sumut, jadi subjek dengan kondisi powerfull dan voicefull. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Anak perempuan, JA, yang diperkosa di Kota Medan, Sumut, jadi subjek dengan kondisi powerfull dan voicefull. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Mumpung RKUHP belum diketok oleh DPR perlu juga memasukkan satu pasal tentang orang-orang yang menyalahkan korban pelecehan dan kekerasan seksual sebagai tindak pidana agar ada efek jera dan laki-laki pelaku tidak lagi merasa di atas angin.

Selain itu banyak berita tentang JA di media massa (koran dan TV) serta media online dan portal berita tentang JA yang diperkosa selama beberapa tahun dan akhirnya terdeteksi HIV-positif juga tidak dibawa ke realitas sosial di social settings.

Realitas sosial yang sangat kental adalah: Salah satu laki-laki yang memerkosa JA mengidap HIV/AIDS yang menularkan HIV/AIDS ke JA melalui hubungan sesual penetrasi (seks anal, oral atau anal).

Dalam berita helath.detik.com (16/9-2022) disebutkan keterangan dari Ketua Perhimpunan Tionghoa Demokrat Indonesia (Pertidi), David Ang, ada jamur di tenggorokan JA. Itu bisa jadi karena seks oral dengan laki-lai pengidap IMS atau HIV/AIDS atau keduanya.

IMS adalah infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, antara pengidap IMS ke orang lain dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, yaitu: kencing nanah (GO), raja singa (sifilis), klamdia, jengger ayam, virus hepatitis B, virus kanker serviks, trikomona, herpes genitalis, dan kutil kelamin.

Davis juga menyebutkan hasil visum yang menunjukkan dubur JA membesar. Itu artinya ada laki-laki yang seks dengan JA gemar seks anal, bisa heteroseksual, homoseksual (gay atau waria) dan bisa pula seorang bisekual.

Masalah HIV/AIDS di Kota Medan terkait dengan JA jadi persoalan besar, yaitu:

Pertama, laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke JA dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami sehingga istrinya berisiko tertular HIV. Jika istrinya tertular HIV/AIDS, maka ada pula risiko penularan HIV/AIDS secara vertikal ke janin yang dikandungnya kelak terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ib (ASI). Bisa juga terjadi laki-laki itu mempunyai istri lebih dari satu dan ada pula perempuan selingkuhannya serta jadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK).

Kedua, ketika David menangani JA sudah ada tanda-tanda terkait HIV/AIDS yaitu jamur di tenggorokan. Itu artinya minimnal JA sudah tertular HIV/AIDS lima tahun sebelumnya (Lihat matriks masa jendela).

Matriks: Tertular HIV, masa jendela, dan masa AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tertular HIV, masa jendela, dan masa AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Ketiga, dalam beberapa berita disebutkan JA dijadikan cewek penghibur oleh kerabatnya yang berperan sebagai germo. Itu artinya paling tidak selama lima tahun ke belakang sudah banyak laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan JA.

Laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan JA jika tidak pakai kondom berada pada risiko tinggi tertular HIV/AIDS.

Andaikan setiap malam JA meladeni 1 laki-laki, dalam sebulan 20 hari, maka selama 5 tahun ada 1.200 laki-laki berisiko tinggi tertular HIV/AIDS yaitu yang melakukan hubungan seksual dengan JA tidak pakai kondom (1 laki-laki per malam x 20 hari per bulan x 60 bulan = 1.200).

Laki-laki sebanyak 1.200 ini bisa jadi sebagian mempunyai istri, pacar atau selingkuhan sehingga mereka berisiko tinggi pula tertular HIV/AIDS terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kalau saja wartawan memahami HIV/AIDS di realitas sosial, maka berita menggarbarkan penyebaran HIV/AIDS di Kota Medan melalui JA. Dari beberapa judul berita di bawah ini menunjukkan tidak ada yang menyasar realitas sosial terkait dengan risiko penyebaran HIV/AIDS di Kota Medan.

Tabel. Beberapa judul berita tentang JA korban perkosaan di Kota Medan yang terdeteksi HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Tabel. Beberapa judul berita tentang JA korban perkosaan di Kota Medan yang terdeteksi HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Selanjutnya, berita mengajak laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan JA supaya segara menjalani tes HIV di Klinik VCT di Puskesmas atau rumah sakit umum daerah (RSUD).

Tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi yang baku akan menerapkan beberapa langkah, seperti penjelasan tentang HIV/AIDS, tes HIV, konseling sebelum dan sesudah tes dan tentu saja kerahasiaan (identitas tidak akan dibuka ke publik melalui media).

Tentu saja wartawan di Medan bisa tanya ke Puskesmas dan RSUD apakah tes HIV gratis atau bayar. Kalau bayar berapa tarifnya?

Selain itu menyebutkan daftar Puskesmas dan RSUD yang melayani tes HIV agar laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan JA mengetahui alamat Klinik VCT dengan jelas.

Sangat disayangkan momentum yang bagus ini lolos dari pemberitaan yang komprehensif karena tidak dibawa ke realitas sosial. Dalam jurnalistk berita seperti itu hanya sekelas esai, seperti cerpen. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun