Santet berupa benda-benda mati dan hidup terus-menerus dikirim ke saya sampai sekarang agar saya celaka
Sudah agak lama tidak flu, tiba-tiba hidung mengeluarkan ingus. Karena merupakan penyakit yang umum saya pun pergi ke dokter di klinik yang jadi FKTP (fasilitas kesehatan tingkat pertama) sebagai peserta BPJS Kesehatan pada pertengahan Agustus 2022 lalu.
Biasanya, sekali berobat dengan obat untuk tiga hari flu sudah sembuh. Tapi, kali ini sudah tiga kali berobat, itu artinya sembilan hari, dengan obat dan dosis yang berbeda tapi batuk tetap tidak mau kalah.
Akhirnya saya tanya ke Pak Ajie di Cilegon, Banten, yang selama ini mengobati saya terkait dengan santet yang baru saya ketahui sejak awal tahun 2000-an.
"Ya, Pak, itu ada paku di hidung yang naik ke mata kanan." Ini jawaban Pak Ajie melalui WA.
Memang, ketika ujung hidung dipencet untuk mengelurkan ingus, eh malah nyeri. Ketika dipegang ternyata ada benda keras di ujung hidung.
Mata kanan saya juga panas. Saya tetes dengan air mata buatan tetap saja panas. Terpaksa saya kompres dengan handuk kecil yang dicelupkan ke air es.
Rupanya, paku, kecil kira-kira 3 cm, yang dikirim dukun ditempatkan di hidung sebelah kanan. Kepala paku di bawah sedangkan ujungnya naik menyasar mata kanan bagian bawah.
Di paku itu juga ada racun yang memicu ingus dengan symptom sebagai flu. Gesekan paku ketika jalan, digerakkan oleh dukun, ke hidung juga menimbulkan sakit. Nyeri.
Tentu saja tida piliha lain selain menarik paku dari hidung. Saya pun bergegas ke Cilegon.
Pak Ajie menyiapkan bahan untuk menari paku yaitu tumbukan dedaunan, semacam cocor bebek, yang banyak tumbuh di tepi jalan di sekitar rumah Pak Ajie. Tumbukan dedaunan ditempelkan ke paku yang ada di hidung.
Dalam santet melalui proses dematerialisasi yang dilakukan duku paku berubah menjadi jelly. Kemudian dengan bantuan makhluk halus jelly dikirim dengan memakai minyak khusus, asal Turki, ke badan saya. Di tangan dukun sudah ada foto dan bagian-bagia tubuh serta pakaian saya yang jadi 'kompas' bagi makhluk halus mencari saya.
Dengan memakai keris kecil Pak Ajie menarik paku dari ujung hidung. Sakit memang, tapi jauh lebih saki dan menderita jika terus-menerus batuk dan mengeluarkan ingus serta hidung dan mata sakit.
Flu mulai reda dan mata tidak panas lagi. Tapi, batuk tetap saja yang akhirnya saya dirujuk ke doker spesialis THT. Rupanya, racun yang dikirim dengan paku itu kuat membuat gumpalan dahak bertahan. Dengan obat dari doker THT batuk dan dahak hilang sudah.
Saya dan dua anak saya jadi korban santet karena dijadikan tumbal oleh anggota keluarga yang memelihara 'buto ijo' untuk pesugihan. Soal tumbal sudah selesai karena 'senjata makan tuan' mereka yang mati, tapi saya hancur luluh-lantak karena selain tumbal nyawa juga menyasar harta.
Sampai sekarang mereka terus menyantet saya dengan tujuan agar saya celaka. naudzubillah min dzalik ....
Memang, sejak tahun 1983 saya sudah jadi sasaran santet dan korban pamuragan (tanah kuburan yang dijadikan alat untuk menghacurkan lawan dalam berbagai hal, seperti usaha, dan lain-lain).
Tapi, baru awal tahun 2000-an saya ketahui ketika seorang dokter 'menyerah' mengobati penyakit yang saya derita, seperti sakit kapala, nyeri di leher dan sendi. Saya pun akhirnya dapat semacam jalan untuk berobat ke 'orang pintar' di Banten.
Alhamdulillah, penyakit bisa diobati, tapi santet terus-menerus dikirim ke saya sampai sekarang. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H